Monday, November 27, 2006
Tragedi Kacamata Cengdem
Sunday, November 26, 2006
Desember Ceria
Dari awal bulan hingga akhir tahun nanti, semua jadwal sudah padat dengan acara pernikahan. Lokasi acaranya pun macam-macam, mulai dari yang terdekat di daerah Senayan hingga yang terjauh di Yogyakarta.
Entah kenapa, bulan Desember ini memang sepertinya jadi bulan favorit bagi teman-teman gue menikah. Yang pasti, awal bulan ini gue langsung mengitung ulang lagi persediaan di kantong.
Jangan sampai mengecewakan teman karena kita tidak datang.
Friday, November 24, 2006
Friends
Bersenang-senanglah
Karna hari ini yang kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Karna waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua
Sampai jumpa kawanku
S'moga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan. (Sheila on 7)
Hidup pasti banyak perubahan. Itu pasti dan sulit untuk kita hindari.
Contohnya saat ini banyak sekali perubahan yang terjadi di sekitaran saya. Mulai dari lingkungan kerja, lingkungan pergaulan hingga lingkungan keluarga.
Perubahan yang sangat saya rasakan ada di lingkungan pekerjaan saya. Perlahan-lahan teman-teman mulai banyak yang pergi.
Satu per satu mereka pergi dan meninggalkan saya bertarung sendirian di dunia tanpa koma ini. Sedih pasti, dan saya seperti kehilangan motivasi.
Mereka, yang dulu sering saya jadikan tempat berbagi segala hal kini perlahan-lahan mulai mengurusi dunia baru mereka. Ada yang yang berurusan dengan darah dan lendir, ada juga yang berurusan dengan gaya metropolis Jakarta, hingga yang paling saya kejutkan adalah perubahan seorang teman yang akan berubah status jadi ibu rumah tangga.
Mungkin, ke depan tidak akan pernah ada lagi kebersamaan seperti dulu. Jarak dan jam tugas membuat kita semakin sulit untuk bergabung.
Kita yang dulu sering beradu tajam menulis berita atau adu kerenan suara ketika karaoke bersama kini sudah tinggal kenangan.
Parahnya, apa yang terjadi di luar kantor juga terjadi di dalam kantor saya juga. Satu per satu teman yang dulu berada dalam satu garis perjuangan kini mulai menghilang.
Barisan meja yang dulu ramai, kini hilang tak berbekas. Saya pun mulai membiasakan diri untuk mengenal satu per satu orang yang mengisi meja-meja yang ada di samping saya.
Entah apa yang harus saya lakukan saat ini. Jujur, teman adalah segalanya buat saya. Saya tidak terbiasa untuk meninggalkan teman begitu saja, apalagi kenangan yang terjadi setelahnya.
Saya kadang termenung atau sedih jika melihat ke belakang betapa banyak teman yang datang dan pergi dalam hidup saya. Ada yang meninggalkan banyak kenangan atau ada yang menghilang seperti bayangan.
Tuesday, November 21, 2006
The Day of Our Life
Peristiwa itu terjadi ketika dia bersama kekasihnya yang kuliah di Purwokerto hendak pulang ke Jakarta. Hebatnya, entah karena becak itu mujarab atau tidak ikrar cinta itu pun berhasil.
Friday, November 10, 2006
Mantra Magis Christopher Nolan
Sutradara : Christopher Nolan
Pemain : Christian Bale, Hugh Jackman, Michael Caine, Scarlet Johanson
Ironi Kampung Bali
Mulai dari gang yang mengambil nama sebuah binatang, hingga pabrik baut yang telah lama mati. Kedua tempat itu memberikan banyak cerita pada saya dan teman-teman. Mulai dari misteri, dan tempat bermain yang selalu menyajikan fantasi-fantasi liar buat kami anak-anak Kampung Bali.
Ya, Kampung Bali dulu jadi indah karena kami, anak-anak kampung bali. Kami, adalah anak-anak yang tak pernah berhenti riang dan optimis akan masa depan. Setiap hari kami lalui dengan pergi bersekolah, siang hari pergi mengaji dan malam hari bermain galaksin.
Yang bisa masuk ke posisi terhormat kurang dari hitungan satu tangan. Yang masih bisa tersenyum, sampai kini hanya jadi penjaga keamanan.
Saya ingat betapa muramnya kampung kami waktu itu. Ketika stasiun televisi itu bermandikan cahaya, rumah-rumah kami justru kehilangan akan asa. Dan ketika anak anak-anak kampung bali kehilangan harapan, kita pun turun ke jalan. Dan satu-satunya tujuan, menjaja kehormatan dan menjadi preman.
Thursday, October 19, 2006
Apa Sih Raja Batak?
Judul Buku : Raja Batak (Dari Sorimangaraja dan Tuanku Rao Hingga I.L Nommensen
Penulis : Sadar Sibarani
Jenis : Sejarah-Antropologi
Friday, September 29, 2006
Cukup Nominator
Yup, tahun 2006 ini Festival Film Indonesia pasti digelar. Dan biasanya, di ajang ini pasti ada nominasi untuk resensi film terbaik.
Untuk menjadi juara di kriteria tersebut memang tidak mungkin. Toh, banyak wartawan atau reviewer film yang jauh lebih baik dari saya.
Makanya, target yang paling realistis bagi saya adalah menjadi nominator saja.
Beberapa kali keinginan ini saya sampaikan pada teman-teman saya sekantor. Mereka memang menyambut baik keinginan saya ini.
Kenapa sih, saya nekat untuk mau ikut di kriteria tersebut. Prestise? Enggaklah, karena saya enggak punya kualifikasi sebagai orang yang layak memiliki prestise.
Alasannya, klise, sebagai wartawan hiburan tentu saya enggak bakalan bisa dapat gelar sebagai penulis atau wartawan gosip terbaik bukan.
Tuesday, September 26, 2006
Dulunya Preman Mas?
Tapi, saya juga terlalu malas untuk bicara jujur bahwa pitak itu saya dapat bukan karena jadi preman, jeger di sekolahan atau jagoan pengkolan. Pitak itu justru saya dapat karena bisulan, kejedot dinding sekolah dan ketiban piring.
Thursday, September 07, 2006
Lambat
Lama-lama hidup saya seperti bergerak pelan. Semua yang ada di dalam hidup saya seperti berjalan lambat.
Wednesday, August 30, 2006
Sepeda dan Senyuman
Kala itu bapak berpesan kepada saya. “Jaga baik-baik sepeda mu,” ucapnya.
Melihat sepeda itu, saya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia saya. Bapak bahkan merelakan saya langsung menggoes sepeda itu pulang ke rumah.
Setiap kali pedal sepeda saya goes, senyuman saya pun terus-terusan mengembang. Tiada rasa seindah waktu itu.
Lima belas tahun terlewat, kali ini giliran saya memberikan sebuah senyuman kepada ponakan saya. Di Pasar Rumput, Manggarai, Jakarta Selatan senyuman itu menempel ceria di mukanya ketika sebuah sepeda saya berikan kepadanya.
Senyuman dan keceriaan itu memang sedetik adanya. Tapi, abadi di hati saya.
Selamat bersepeda Ara…
Thursday, August 24, 2006
So Sick...!!
Awalnya, saya berniat baik untuk menulis berita di kantor dan menyerahkan tugas yang tersisa. Saya memang harus menyelesaikan tugas secepat mungkin sebelum berangkat.
Apalagi, saya memang tidak pernah mau mengecewakan desk saya. Minimal saya sedikit berpartisipasi sebelum pergi ke sana.
Sialnya, niat baik saya justru jadi malapetaka. Begitu sampai di kantor saya justru di suruh menulis berita ultah ke 17 RCTI.
Saya benar-benar merasa kecewa dengan perintah tersebut. Bukan apa-apa, saya merasa heran karena jelas ini bukan tanggungjawab saya. Yang bikin hati saya tambah mengkel, seluruh crew desk yang bertanggungjawab justru tidak ada yang tinggal di kantor.
Parahnya lagi, sebelum diperintahkan saya sudah bertanya kepada salah satu teman yang memang berurusan dengan desk tersebut. Lucunya, begitu saya bertanya dia justru langsung cepat-cepat meninggalkan kantor. Sialan memang.
Kini, enam jam sebelum berangkat, saya benar-benar merasa kecewa. Dan saya yakin perjalanan pergi saya adalah sebuah malapetaka.
Shit..
So Sick...!!
Awalnya, saya berniat baik untuk menulis berita di kantor dan menyerahkan tugas yang tersisa. Saya memang harus menyelesaikan tugas secepat mungkin sebelum berangkat.
Apalagi, saya memang tidak pernah mau mengecewakan desk saya. Minimal saya sedikit berpartisipasi sebelum pergi ke sana.
Sialnya, niat baik saya justru jadi malapetaka. Begitu sampai di kantor saya justru di suruh menulis berita ultah ke 17 RCTI.
Saya benar-benar merasa kecewa dengan perintah tersebut. Bukan apa-apa, saya merasa heran karena jelas ini bukan tanggungjawab saya. Yang bikin hati saya tambah mengkel, seluruh crew desk yang bertanggungjawab justru tidak ada yang tinggal di kantor.
Parahnya lagi, sebelum diperintahkan saya sudah bertanya kepada salah satu teman yang memang berurusan dengan desk tersebut. Lucunya, begitu saya bertanya dia justru langsung cepat-cepat meninggalkan kantor. Sialan memang.
Kini, enam jam sebelum berangkat, saya benar-benar merasa kecewa. Dan saya yakin perjalanan pergi saya adalah sebuah malapetaka.
Shit..
Cinta Rasa Beda
Produser : Lola Amaria
Sutradara : Lola Amaria
Pemeran : KInaryosih, Tuti Kirana, Agastya Kandau.
Cinta dan pengorbanan adalah dua sisi mata uang. Keduanya tak kan pernah terpisahkan dan selalu seiring sejalan.
Tema besar di atas adalah tema utama yang diusung oleh Lola Amaria ketika membesut film berjudul film Betina. Hanya saja cinta dan pengorbanan yang dibawa oleh kekasih sutradara Aria Kusumadewa ini bukanlah kisah yang penuh dengan warna-warna cinta yang kita kenal selama ini, cerah dan motivating.
Di film Betina, cinta hadir dengan nafas kesuraman. Tiada tawa, canda apalagi rayuan maut sang pecinta. Yang ada justru cemburu, kemarahan hingga kematian.
Mengambil setting antah berantah, film debutan Lola sebagai sutradara ini bercerita tentang sosok perempuan bernama Betina yang banyak mengalami kesuraman hidup. Mulai dari ayahnya yang diculik paksa, hingga ibunya yang sedikit mengalami gangguan jiwa.
Kesunyian dan kegelisahan Betina banyak dicurahkan kepada sahabat satu-satunya, seekor sapi bernama Dewa. Namun, kehidupan Betina berubah 180 derajat ketika dia bertemu dengan seorang penjaga kuburan (Agastya Kandau) yang muncul setiap prosesi penguburan dilaksanakan.
Sejak bertemu dengan penjaga kuburan, Betina mengalami perasaan yang jauh berbeda. Dirinya benar-benar diliputi rasa cinta. Hanya saja, perasaan yang ada di dalam jiwa Betina justru tak pernah hinggap di raga si penjaga kuburan. Tak mau menyerah untuk mengungkapkan cintanya, Betina pun berusaha berkorban untuk mendapatkan hati si penjaga kuburan.
Seperti Betina yang berusaha mati-matian menunjukkan cintanya. Lola Amaria memang berusaha mati-matian agar film perdananya ini tidak mengecewakan.
Dari segi tema, Lola memang tergolong sangat berani. Sebagai sutradara baru Lola berani mengambil langkah tidak populer yakni menggarap film surealis seperti Betina.
Maklum saja, jika melihat orang yang ada di belakangnya, Aria Kusumadewa (Beth, Novel Tanpa Huruf R), wajar jika Lola memilih film jenis ini. Apalagi, Aria memang tergolong sutradara yang akrab menggauli film-film yang sekarang dibawakan Lola.
Selain keberanian membawakan ide yang berbeda ada satu hal lagi yang patut dipuji dari Lola. Yaitu imajinasi Lola yang tinggi. Kuburan yang penuh dengan nisan segitiga benar-benar menebar aura kegelapan. Apalagi hal itu ditunjang oleh pakaian-pakaian pengiring jenazah. Hanya saja ada sedikit miss ketika ada satu saat Betina memakai baju yang sangat indah ketika hendak memeras susu sapi.
Meski patut dipuji akan sisi imajinatif dan keberanian, bukan berarti Lola menghadirkan film yang tanpa cela. Di menit-menit pertama film Betina dimulai, kekurangan itu justru langsung terbuka lebar dan menganga.
Betina seolah hadir untuk dirinya sendiri, tanpa menghadirkan sebuah cerita bagi para penonton yang sudah duduk setia di menit-menit awal film dimulai.
Ketidakhadiran sebuah cerita tentu saja membuat alur film jadi berantakan.Satu per satu tokoh yang ada dalam film Betina hadir secara tiba-tiba. Bahkan, kehadiran Fahmi (Fahmi Alatas) justru baru terasa pada menit-menit akhir film. Padahal, Fahmi memegang peranan penting dalam film ini.
Cerita sendiri baru benar-benar terasa ketika film mendekati situasi konflik. Yakni ketika ibu Betina (Tuti Kirana) bertemu dengan penjaga kuburan. Dari situlah cerita kemudian mengalir dan sudah tertata rapi.
Sebagai sutradara baru, Lola memang pantas untuk mendapatkan apresiasi yang baik. Keberanian dan imajinasinya yang tinggi adalah asset yang baik untuk dunia film Indonesia. Mudah-mudahan saja Betina-betina lain yang akan dihasilkan Lola lebih sederhana dan kreatif. (wahyu sibarani)
Tuesday, August 22, 2006
Mau Antar Surat Pak?
Awalnya, saya memang sempat lupa akan janji liputan ini. Tapi, setengah jam sebelum wawancara dimulai, Sundari dari SONY BMG sudah mengingatkan saya untuk datang.
Ketika mendengar keterangan itu saya sebenarnya terkejut. Soalnya, saya sudah hampir lupa dengan janji yang dibuat di awal bulan Agustus lalu.
Mengingat kerjasama baik yang sudah terjadi dan untuk ke depan nanti, akhirnya saya memutuskan untuk datang. Padahal di saat yang bersamaan ada undangan pre-screening film Koper di Planet Hollywood.
Karena waktu yang sudah mepet akhirnya saya pun dengan semangat 45 memacu motor saya ke kantor SONY BMG yang memang tidak jauh dari kantor saya.
Setelah sampai, keajaiban pertama pun terjadi. Ketika mau memarkirkan motor tiba-tiba seorang satpam menegur saya.
“Mau antar surat ke siapa Pak?” tanyanya.
Mendengar pertanyaan itu saya yang masih di atas motor langsung tertawa. Saya bingung juga saya niat baik-baik untuk memenuhi undangan wawancara kok tiba-tiba malah disangka kurir surat.
“Mau wawancara pak,” ujar saya.
Saya memang tidak mau marah kepada satpam yang lugu itu. Saya berusaha mengoreksi diri sendiri, apakah baju yang saya kenakan memang mirip dengan seorang kurir atau tidak.
Tidak mau berlama-lama di ruangan parkir, akhirnya saya langsung masuk ke ruangan Sundari. Di sana sudah ada beberapa rekan wartawan lainnya.
Begitu ketemu mereka saya pun langsung menceritakan peristiwa yang saya alami dengan satpam tersebut. Seperti saya, mereka juga tertawa mendengar cerita saya. Mungkin bisa jadi mereka setuju pakaian yang saya pakai memang mirip kurir.
Bahkan, Sundari pun mengatakan kepada saya, kalau tas yang saya pakai memang mirip dengan petugas kurir. “Gede banget gitu lho,” katanya.
Itu baru keajaiban pertama. Berikutnya, keajaiban kedua justru terjadi usai sessi wawancara dengan Jaclyn. Tiba-tiba saja seorang reporter TV3 Malaysia berikut kameramennya mengeluarkan microphone dan langsung mewawancarai saya beserta wartawan lainnya.
Saya kaget bukan kepalang. Sebab, saya enggak pernah tuh diwawancarai ada juga saya yang mewawancarai.
Tapi, rasanya perasaan senang masuk televisi itu jauh lebih besar dibandingkan keheranan saya. Akhirnya, saya pun dengan senyum-senyum malu menjawab semua pertanyaan mereka tentang dunia musik Indonesia dan Malaysia.
Di akhir wawancara, seperti artis kurang terkenal saya justru bertanya kepada mereka. “Cik, kapan muncul di televisinya yah,” kata saya senyum-senyum kecil.
Cuma satu yang saya sesalkan dalam wawancara itu. Gara-gara ucapan satpam itu saya jadi tidak pede dengan baju yang saya kenakan. Jangan-jangan saya terlihat seperti kurir bukan seorang wartawan.
“Sial aturan gue pakai baju lainnya nih,” kata saya dalam hati.
Monday, August 14, 2006
Kenekatan Bokap
Apa yang paling saya banggakan dari Bokap saya? Cuma satu yaitu kenekatannya. Ya, dibandingkan sifatnya yang bisa bikin kesal, sikap bokap saya yang cenderung terobos sana-terobos sini justru sering bikin saya angkat topi.
Begitu mendengar jawaban bapak, saya cuma bisa bengong. Saya berpikir saya akan cetak sejarah nih di kampus. Saya akan jadi orang pertama difoto oleh bapaknya sendiri di depan rektor.
Thursday, July 06, 2006
Superman Yang Hilang
Judul : Superman Returns
Sutradara : Bryan Singer
Pemain : Brandon Routh, Kate Bossworth
Sepulang menonton Superman Returns bersama teman-teman di Puri Indah 21, lagi-lagi saya dan teman-teman terlibat dalam perdebatan kecil. Banyak di antara teman saya yang mengatakan bahwa Superman garapan sutradara Bryan Singer ini kurang eksplosif.
Pada intinya mereka bilang Superman Returns benar-benar mengecewakan. Kekecewaan mereka terbentuk karena minimnya aksi yang ada dalam film tersebut. Mereka juga tidak bisa menerima kenyataan bahwa Superman ternyata punya seorang anak. Mereka juga kecewa karena Brandon Routh benar-benar tidak punyar kharisma untuk memerankan sosok Superman atau
Dan kekecewaan yang paling amat sangat terjadi adalah betapa sederhananya adegan puncak perseteruan antara Superman dan Lex Luthor.
Kekecewaan teman-teman saya juga sangat terasa ketika saya membaca review-review lain. Bahkan reviewer film sekelas Roger Ebert memberikan dua bintang untuk film ini.
Saya akui memang dari segi biaya film ini memang sangat tidak sebanding. Dengan biaya miliaran rupiah, Bryan Singer harusnya bisa memberikan kejutan yang luar biasa untuk film ini.
Tuesday, June 27, 2006
Being Wartawan Hiburan
Sebenarnya rasa aneh ini sudah lama saya pendam. Titel sarjana hukum seharusnya memang berkutat dengan hal-hal yang sifatnya yuridis. Tapi, toh ternyata saya, seorang sarjana hukum dari sebuah universitas negeri di Jawa Tengah justru malah berkutat dengan hal-hal yang sifatnya jauh dari bayangan seorang sarjana hukum yakni gossip.
Lagi-lagi
Tadi malam saya menghadiri konferensi pers Taufik Hidayat menanggapi tuduhan telah mempunyai anak bernama Excel di Lantai 12 Gedung Patra Jasa, Jakarta Selatan.
Monday, June 26, 2006
Ujian Nasional
Sama-sama hanya tiga mata pelajaran yang diujikan dan juga sama-sama menggunakan koefisien tertentu untuk menentukan kelulusan seseorang.
Sunday, June 11, 2006
Busway, Tidak Punya Rem?
Tidak bisa dipungkiri, sebagai sarana transportasi Busway sangat berguna bagi para penggunanya. Busway berhasil mengatasi solusi kemacetan yang terjadi di