Thursday, January 27, 2005

Halaman ini berwarna putih
Aku bisa menuliskannya dengan kata-kata cinta, amarah atau prasangka.
Hatimu juga putih.
Kita bisa menuliskannya dengan kata-kata cinta, duka atau nestapa.

Adakah halaman yang berwarna hitam?
Sulitkah kita menerima hitam juga adalah warna
Apakah hitam dan putih adalah suatu perbedaan
Karena Tuhan menciptakan hitam bukan untuk berbeda
Melainkan memberikan makna.
--------------------------------------------------------------------------

Rasis, adalah hal terburuk yang pernah terjadi dalam sejarah dunia. Sejarah banyak ternoda karena perbuatan rasis yang dilakukan oleh manusia. Mulai dari ujung Afrika Selatan, hingga daratan Amerika. Apakah menjadi rasis adalah suatu kebanggaan?

Hari ini Persatuan Sepakbola Inggris (FA) mengeluarkan sebuah DVD tentang 20 Pemain terbaik Liga Inggris selama 40 tahun terakhir. Dari semua daftar pemain, tidak ditemukan satu pun seorang pemain nasional Inggris berkulit hitam. Tidak ada nama-nama besar seperti mantan Kapten Liverpool, John Barnes, striker maut Arsenal, Ian Wright dan bek bertahan Arsenal, Sol Campbel dan terakhir kiper luar biasa Gordon Banks.

Kenapa mereka dilupakan. Apakah karena mereka hitam, jadi mereka pantas disingkirkan untuk sebuah kebanggan yang dinamakan White Domination? Hal ini menjadi langkah yang ironis, mengingat sebelumnya Sepakbola adalah olahraga yang tidak mengenal perbedaan, justru merangkum dan melintasi semua perbedaan. Dengan jargon Lets Kick Out Racism From Football, kita sekali lagi mengatakan bahwa bola adalah milik dunia. Bukan si kaya, si miskin, si putih dan si hitam. Kita semua adalah pemain sepakbola. Dan dunia adalah lapangan kita.











Wednesday, January 26, 2005

Once A Devils Always A Devils

Hari ini ada kabar yang sangat menyesakkan buat gue. Manchester United kalah 1-2 melawan Chelsea di Old Trafford, dalam pertandingan Semifinal Piala Carling. Kekalahan itu sangat menyesakkan buat gue karena memang gue tidak pernah mau menerima The Red Devils kalah di tangan Chelsea. Manchester United boleh kalah dengan siapa saja tapi jangan dengan Arsenal dan Chelsea. Ini bukan main-main, karena kami adalah klub terbaik di Inggris sepanjang masa.

Awalnya memang sampai saat ini gue tidak pernah mau menerima kekalahan ini. Sayangnya, kekalahan tidak pernah berubah. Itu adalah suatu kenyataan. Kita tidak boleh menyesali kekalahan tersebut. Dulu, aku selalu kesal jika Manchester United kalah dalam setiap pertandingan. Aku kesal jika mereka tidak pernah menjadi juara Liga Inggris.

Ternyata anggapan seperti itu bukanlah anggapan seorang pendukung Manchester United. Kami, pendukung Manchester United adalah pendukung sejati. Apapun yang terjadi dengan klub kesayangan kami, kami akan selalu setia mendukung dan memberi dukungan kepada klub kami. Kalah, seri, menang bukanlah suatu kerisauan bagi kami. Tapi selalu hadir bersama klub kami, adalah suatu kebahagiaan buat kami.

Jadi aku tidak perlu resah dengan kekalahan ini. Perjalanan Manchester United masih panjang. Masih banyak prestasi yang akan bisa ditorehkan. Tapi, dukungan seorang pendukung Manchester United selalu diharapkan. We are supporters from all over the world, Once A Devil Always ADevil.


Tuesday, January 25, 2005

Tepatkah UU Pers sebagai Lex Specialis

Di dunia hukum ada adagium yang mengatakan hukum yang bersifat khusus akan menggantikan hukum yang bersifat umum. Atau bahas Belandanya sering disebut Lex specialis derogat legi generali. Artinya, setiap hukum yang memang mengatur suatu masalah secara khusus dan mendalam, maka akan menggantikan hukum yang telah dipakai namun bersifat umum.

Di dunia pers, kita ketahui bahwa sampai saat ini banyak kalangan jurnalis menginginkan agar Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 atau lebih dikenal dengan UU Pers, harus menjadi Lex specialis untuk menyelesaikan sengketa pers. Selama ini pemerintah memang masih menggunakan KUHP sebagai dasar penyelesaian sengketa hukum.

Banyak kalangan jurnalis menolak penggunaan KUHP dalam penyelesaian sengketa, karena ancaman hukuman yang diberikan kepada insan pers berupa ancaman pidana. Menurut mereka seharusnya masalah pertikaian pers harus diselesaikan dengan cara pers juga. Salah satu mekanisme penyelesaian itu dikenal dengan istilah Hak Jawab.

Era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan era yang cerah bagi kalangan pers. Presiden SBY berencana akan menjadikan UU Pers sebagai Lex Specialis. Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan Menteri Komunikasi dan Informasi, Sofyan Djalil yang mengaku tengah mempelajari UU Pers agar bisa diterapkan menjadi Lex Specialis.

Pernyataan tersebut layaknya seperti angin surga bagi kalangan pers. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada lagi wartawan yang dipenjarakan. Dan kebebasan pers pun terbentuk dengan baik.

Tapi, di lain pihak ada juga tokoh-tokoh pers tidak setuju dengan penerapan UU Pers sebagai Lex Specialis. Diantara Rosihan Anwar, Nono Anwar Makarim dan Parni Hardi. Parni Hardi contohnya, ketika hadir pada sebuah acara di depan para kepala humas Polda-se Indonesia dengan tegas ia mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan penerapan Lex Specialis pada UU Pers. Alasannya, UU Pers terlebih dahulu harus direvisi.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Rosihan Anwar. Tokoh senior pers Indonesia ini mengatakan bahwa di dalam UU Pers tidak cukup lengkap memasukkan sanksi-sanksi atas sengketa pers.

Kurang lengkapnya UU Pers itu memang sangat wajar. Sebab, UU Pers dibentuk dalam suatu keadaan yang darurat. Saat itu Menteri Penerangan, Yunus Yosfiah hanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk membentuk undang-undang tersebut. Alhasil, undang-undang tersebut hanya melindungi pihak-pihak tertentu dan tidak memecahkan persoalan yang ada. Yaitu bagaimana perlindungan terhadap narasumber yang telah dirugikan.

Di dalam dunia hukum pidana, kejahatan bisa terwujud dalam beberapa bentuk. Diantaranya berupa niatan, perbuatan bahkan juga sebuah tulisan. Kejahatan juga selalu mengalami peningkatan baik kualitas dan kuantitas. Alhasil, saat ini ada berbagai macam bentuk tindak pidana baru.

Begitu juga dengan dunia pers. Saat ini penyalahgunaan berta memang banyak terjadi. Bahkan, dengan makin majunya dunia pers atau media massa, banyak terjadi bentuk-bentuk baru kesalahan berita yang merugikan narasumber atau orang yang diberitakan.

Contohnya berita yang bisa merugikan keadaan fisik dan moril seseorang. Apakah penggunaan hak jawab mampu menjawab permasalahan. Bagaimanakah dengan pengaruh berita tersebut terhadap pandangan masyarakat?

Monday, January 24, 2005

Kita tidak pernah bisa memaksakan ide-ide segar dalam otak kita untuk ditulis atau dilakukan dengan baik. Kesulitan mengeluarkan ide-ide tersebut biasanya terjadi karena otak kita gagal mengolah semua data ide-ide tersebut dengan lancar. Atau bisa kita sebut otak kita mengalami kemacetan makna.

Setiap orang saya jamin, pasti mempunyai ide-ide produktif dalam benak pikirannya. Sayangnya, ide-ie tersebut terbuang secara percuma karena kemacetan makna tersebut. Tidak jarang kebuntuan tersebut membuat kita lupa untuk tetap menghadirkan ide-ide tersebut ke dalam kehidupan nyata.

Sebenarnya, sangatlah rugi bagi kita jika kita tidak bisa mengeluarkan ide-ide tersebut. Sebab, banyak sekali ide-ide itu tanpa kita sadari sangat bermanfaat bagi kita atau bagi orang lainnya. Yang perlu kita pahami sebenarnya adalah bagaimana kita bisa mengatasi kemacetan makna tersebut dengan bebas dan baik.

Pertama kali yang saya lakukan jika saya mengalami kemacetan makna adalah dengan melepaskan semua beban pikiran yang ada di otak saya. Saya tidak mau ada sama sekali beban yang menghambat proses kreativitas yang ada di otak saya. Caranya, yaitu dengan merilekskan syaraf-syaraf otak saya dengan melakukan hal yang sangat senangi. Karena saya senang makan, maka jika pikiran saya mumet maka saya akan makan kenyang. Tapi jangan terlalu kekenyangan.

Setelah itu, saya akan berusaha memahami segala ide-ide saya dengan secara utuh dan tidak parsial. Sebab, banyak sekali orang yang mengalami kemacetan makna karena tidak bisa mengetahui apa ide yang ada di benaknya. Misalkan, saya menginginkan agar hari ini saya menulis sebuah puisi tentang Cinta. Sayangnya, saya semali tidak paham bagaimana cinta itu. Akibatnya, saya mengalami kemacetan makna. Oleh karena itu perlu sekali kita memahami ide tersebut dengan cara memperbanyak data atau pengetahuan tentang ide tersebut.

Terakhir, jika kedua langkah itu telah dilakukan, maka mulailah bertindak. Sebab, jika kita tidak bertindak maka sama saja percuma. A thousands step begin with one step, right?





Friday, January 21, 2005

Sedikit Tentang Wartawan

Hari ini ada perbincangan menarik antara Aku dengan Hari, adikku. Kami membahas tentang kesulitan dari wartawan untuk mendapatkan berita. Mulai dari mencari berita, wawancara dengan narasumber hingga pengembangan berita.

Pertama sekali aku mengatakan kepada dia, bahwa kesulitan wartawan untuk mencari berita adalah kurangnya insting berita dan motivasi. Seorang wartawan yang tidak mempunyai insting berita, tentu tidak akan paham darimana berita-berita itu akan datang.

Tentu saja hal ini sangat berkaitan dengan pemahaman si wartawan tentang sumber-sumber berita. Mau tidak mau, pertamakali yang tergambar dalam pikiran seorang wartawan untuk mencari berita adalah tempat-tempat formal dimana berita itu biasa terjadi. Misalnya, jika kita seorang wartawan kriminal maka mau tidak mau kita harus paham tempat berita itu ada adalah di ps-pos polisi. Begitu juga kalau kita menjadi seorang wartawan politik atau nasional. Pasti yang tergambar di otak kita adalah Gedung DPR, Departemen-Departemen Negara dan juga acara diskusi yang menyertakan narasumber tertentu.

Motivasi, adalah nyawa dari seorang wartawan. Jika wartawan tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk mencari berita maka usaha untuk mencari berita akan selalu terhambat. Kita tahu bahwa pembentukan motivasi itu bukan terjadi secara alami, melainkan terjadi melalui proses yang panjang.

Amatlah wajar jika seorang wartawan baru mempunyai motivasi yang rendah dalam mencari berita. Mereka selalu terhambat dengan pikiran dan imajinasi mereka tentang sulitnya mencari berita. Untuk mengatasi hal tersebut, seorang wartawan butuh bimbingan dari pimpinan dimana mereka bekerja. Tidak heran jika saat ini banyak media massa baik cetak maupun elektronik selalu mengadakan pendampingan bagi wartawan baru mereka.

Kedua, masalah mengenai narasumber. Bagi seorang wartawan baru tentu sangatlah berat untuk bertemu dengan narasumber. Apalagi kalau narasumber itu adalah narasumber resmi yang mempunyai jabatan kelas tinggi. Contoh, seorang Presiden. Kalau tidak bertemu dalam acara resmi, sangat sulit sekali bagi seorang wartawan untuk menemui Presiden.

Lain lagi jika narasumbernya adalah seorang artis yang tengah bermasalah. Mau tidak mau artis tersebut pasti akan menghindar. Apalagi seorang wartawan baru, wartawan senior pun akan mengalami kesulitan yang sama.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya kerjasama antara pimpinan redaktur dengan wartawan. Pimpinan redaktur, sebagai orang yang mempunyai waktu lebih dan jam terbang tinggi tentu mempunyai relasi yang banyak. Ia tentu mempunyai ruang yang luas agar bisa mengadakan janji untuk bertemu dengan narasumber tertentu.

Setelah, pimpinan redaktur menemukan jalan maka sudah saatnya bagi seorang wartawan untuk bergerak. Hal ini menunjukkan bahwa narasumber bisa didekati melalui kerjasama sinergis antara unsur media massa.

Terakhir mengenai pengembangan berita. Kita tahu bahwa wartawan adalah orang-orang yang berpikir bebas. Mempunyai imajinasi yang tinggi dan penuh dengan informasi. Sayangnya, tidak banyak seorang wartawan yang memaksimalkan informasi-informasi yang ada untuk dijadikan suatu berita baru atau berita pengembangan.

Hal yang teramat penting untuk membuat suatu berita pengembangan adalah dengan adanya komunikasi yang aktif antar sesama wartawan atau dengan pimpinan redaksi. Komunikasi yang sehat tentu akan menghasilkan ide-ide yang segar untuk bahan berita.







Thursday, January 20, 2005

Namanya ibarat tangga nada, Remy Silado. Yang tidak ada hanya nada Fa dan So. Yang pasti Yopi Tambayong, punya imajinasi yang kuat menggabungkan seluruh nada itu menjadi sebuah nama.

Membaca profilnya di majalah TEMPO, hampir tidak pernah terbayang di pikiran kalau orang awak ini bisa mencetak ribuan puisi, ratusan cerpen dan esay, serta puluhan novel. Padahal, ketika pertamakali melihat wajahnya di sebuah acara FTV yang ditayangkan SCTV aku tidak pernah menduga kalau pria berewokan ini mempunyai bakat menulis yang kuat. Dengan segudang prestasi itu, Museum Rekor Indonesia (MURI) menahbiskan Remy Silado sebagai sastrawan paling produktif di jagat nusantara ini.

Menilik jalan hidupnya, Remy Silado memang pantas mendapatkan gelar itu. Dari kecil ia sudah berkecimpung di dunia sastra. Ketika ia masuk sekolah menengah, ia malah sudah terjun ke pentas teater. Padahal, orang-orang yang seusia dengannya saat itu lebih senang bermain musik ala Led Zeppelin dan Deep Purple.

Remy memilih dunia sastra sebagai mainan yang ia geluti, bukan tanpa sebab. Ia menganggap bahwa sastra adalah sebuah lapangan hijau yang harus ditanami dengan pohon-pohon karya sastra. Maka wajar jika ia tidak pernah berhenti untuk terus berkarya. Selama lapangan itu masih hijau, ia akan terus mewarnai lapangan hijau itu dengan karya-karyanya.

Jika kita melihat semua karya sastra Remy Silado tentu secara tidak langsung kita akan berdecak kagum ataupun keheranan. Hampir semua karya-karyanya tebal-tebal. Contohnya, Kerudung Merah Kyrmizi, Ca Bau Kan, Cheng Ho, dan Paris Van Java. Semua novel itu mempunyai ketebalan halaman lebih dari 400.

Bayangkan, betapa hebatnya proses kreatif yang dilakukan oleh Remy. Anehnya, Remy mengaku tidak butuh waktu yang lama untuk melakukan hal itu semua. Di majalah TEMPO ia bercerita, suatu kali ia pernah didatangi seorang Redaktur koran terkenal yang mendesak agar segera menuntaskan cerita bersambung miliknya. Saat itu ia hanya diberi waktu selama 3 jam untuk menyelesaikan cerita itu. Hebatnya ia berhasil tanpa kesulitan yang berarti.

Ia hanya mengatakan tidak pernah merasa kesulitan karena semua yang akan ia tulis sudah ada dalam pikirannya. Semua jalan cerita telah ia gagas dalam kepalanya dan tinggal mengeluarkan. Ibarat sebuah keran air, semua tulisan Remy bisa langsung jadi ketika pikirannya ia buka.

Aku tidak pernah menyangka bahwa si berewokan norak ini ternyata punya segudang keistimewaan. Padahal semula aku hanya berpikir kalau si berewok tua ini pasti hanyalah seorang artis jaman dulu yang bakal terlindas zaman dan hanya bisa selamat dengan cara nimbrung dalam film murahan.

Wednesday, January 19, 2005

Kesalahan

Everyone always do mistake. Memang semua orang pasti tidak pernah luput dari kesalahan. Sayangnya, saat ini kesalahan selalu ada batas toleransinya. Di dunia sepakbola, seorang pemain dibatasi dengan dua kartu kuning atas ulahnya. Lebih dari itu, Out. Begiru juga dengan di kantor pasti ada yang namanya Surat Peringatan. Mulai dari SP1 sampai SP2. Lebih dari itu Out.

Kenapa kesalahan selalu harus dibatasi. Bukankah Tuhan telah mengatakan bahwa manusia memang adalah makhluk yang lemah dan senantiasa khilaf. Apakah kesalahan patut disamakan dengan kebodohan?

Jika kita bicara bodoh, maka kita bicara indikator. Pasti ada ukurannya, atau ukuran bodoh atau tidaknya seseorang. Kita bisa mengetahui apakah si A itu bodoh atau pintar melalui ukuran-ukuran tertentu. Dalam ukuran tertentu aku bisa dikatakan tidak pandai atau bodoh soal matematika. Karena memang aku tidak bisa mengerjakan hampir semua soal matematika.

Sedangkan kesalahan, sama sekali tidak ada ukurannya. Orang dianggap bersalah, karena orang lainnya tidak berkenan. Padahal, kesalahan itu toh murni terjadi karena tidak disengaja. Sebagai manusia kita pasti berusaha untuk menghindari semua kesalahan. Sayangnya itu sulit untuk dilakukan.

Banyak orang bilang, batasan kesalahan itu adalah sebagai sarana untuk mengingatkan atau seberapa jauh kesadaran kita tentang kesalahan itu. Tapi batasan kesalahan itu seharusnya tetap memberikan kebebasan hak bagi seseorang untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya.

Jadi kesalahan bukan kebodohan, kesalahan adalah manusiawi. Setiap manusia pasti pernah melakukannya. Baik kita sadari atau tanpa kita sadari. Kita justru harus membangun kepercayaan seseorang untuk berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir kesalahan itu.



Tuesday, January 18, 2005

Pelintiran

Di kantorku bekerja seringkali berita yang tampil di koran adalah berita pelintiran. Tapi di kantorku sama sekali tidak dikenal istilah pelintiran yang kami kenal adalah penajaman. Euphimisme untuk sebuah kepentingan komersil. Kita lupa bahwa berita adalah fakta, sedangkan pemelintiran ataupun penajaman justru telah menggeser berita menjadi opini.

Opini yang tidak bisa dipertanggungjawabkan justru tidak hanya merugikan konsumen atau pembaca, tetapi juga menyakitkan narasumber. Kredibilitas koran juga akan dipertanyakan. Padahal, koran selain berfungsi sebagai layanan publik, juga mempunyai tanggungjawab moral.

Berdasarkan argumen diatas, maka wajar aku mempertanyakan berita yang dibawa oleh UKY hari ini. Ia mengatakan bahwa Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menolak adanya Lembaga Swadaya Masyarakat Kristen ada di Aceh. Alasannya, LSM Keagamaan dicurigai mempunyai misi lain di Aceh. Misalnya, kasus WorldHelp yang baru-baru ini terjadi.

Mendengar hal itu aku terperanjat, bagaimana seorang Din Syamsuddin mengeluarkan pernyataan sekonyol itu. Bukankah dia adalah seorang tokoh Lintas Agama yang selalu mengampanyekan toleransi dan penghormatan terhadap pemeluk agama lain.

Setelah aku cecar dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, UKY baru mengakui bahwa Din Syamsudin memang tidak bicara seperti itu. Ia hanya merasa perlu mengubah kalimat Din, karena menganggap dari situlah pernyataan Din mempunyai nilai berita. Jelas ini adalah kesalahan besar, bagaimana jika berita itu naik cetak di koran. Betapa kita tidak bertanggungjawab dengan efek yang ditimbulkan oleh berita itu.

Jelas ini bukan lagi pelanggaran kode etik wartawan. Tapi pelanggaran dan ketidaktahuan terhadap fungsi dan tujuan pers. Sekali lagi kawan, kita memang harus belajar banyak soal kebebasan dan tanggungjawab.


Monday, January 17, 2005

Elegankah Mereka?

Kata siapa pers bisa independen, kata siapa pers bisa berdiri tegak diantara keberpihakan. Di tengah industri pers yang berkembang pesat ini, tiada itu semangat kesetiakawanan diantara insan-insan pers. Contoh baik, lihat saja Majalah Tempo, edisi 17-23 Januari 2005 halaman 92 yang berjudul “Cara Lurus Meluruskan Berita” .

Berita yang ditulis oleh seorang wartawan senior bernama Stepanus S. Kurniawan ini benar-benar mencontohkan bagaimana pers itu ternyata berpihak dan tidak setiakawan.

Berita itu menceritakan bagaimana perwakilan SBY-Kalla, mendatangi kantor KOMPAS dan kantor Rakyat Merdeka, tempat aku bekerja untuk meluruskan masalah berita yang pernah kami buat jadi Headline halaman depan dengan judul Presiden dan Wapres Bisa Perang Terbuka. Saat itu SBY, mengirimkan juru bicara kepresidenan Andi Malarangen, Dino Pati Jalal dan Menteri Komunikasi dan Informasi, Sofyan Djalil.

Teknisnya, mereka memang benar melakukan langkah tersebut. Sayangnya, mereka tidak pernah mengupas fakta bagaimana mereka menyampaikan keberatan mereka. Arogan dan sangat memaksa.

Aku memang saat itu tidak terlibat langsung. Namun, aku sadar kalau saat itu ada pertemuan penting di lantai 8. Yang ada saat itu hanyalah temanku, Zikrie. Ia sengaja terlibat karena dialah yang membuat berita itu.

Dari mulut Zikrie aku tahu kalau ketiga orang itu memang sangatlah arogan. Mereka tidak pernah mau membahas bagaimana berita itu keluar. Mereka hanya mau hak jawab mereka dimuat dan dengan ukuran yang sama seperti koran yang kita buat. Secara tidak langsung mereka menggunakan kekuasaan dan otoritas mereka untuk pemaksaan hak.

Mereka justru sama sekali tidak memberikan fakta-fakta yang kuat bahwa tidak ada perang terbuka antara Presiden SBY dengan Wapresnya, Yusuf Kalla. Justru sebaliknya, berita yang kami muat tidak datang dari sebuah opini belaka. Kita tahu secara nyata bahwa hubungan SBY dengan Kalla memburuk ketika Kalla menandatangani SK Presiden No 1 tahun 2004 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat.

Apakah Yusuf Kalla tidak tahu, bahwa tugas seorang Wapres hanyalah berhubungan dengan hal-hal yang bersifat acara. Ia tidak punya hak untuk menghasilkan sebuah surat kenegaraan. Ini bukan bukti pertama, bukti lainnya banyak sekali. Mulai dari dominasi Jusuf Kalla yang tidak memberi ruang kepada SBY untuk terlibat dalam penanganan Aceh hingga ketika Kalla menghindar untuk bertemu dengan SBY, seusai SBY mengadakan kunjungan ke Aceh.

Jadi jangan tertipu dengan cara elegan mereka menyembunyikan fakta. Hak jawab menurut anggota Dewan Pers, Hindca Panjaitan harus disertai bukti kuat tentang pokok permasalahan.

Sunday, January 16, 2005

Kesepian

Selama satu hari kemarin, aku hanya bisa berdiam diri di rumah. Tidak ada satu orang pun yang menemani. Mama dan Papa pergi ke Lampung untuk menjemput adikku, Hari. Sedangkan keponakanku Ririn dan Mamanya, juga belum kembali dari kerjanya. Saat itu, aku tahu apa artinya sendiri. Tiada teman, tiada tempat untuk berbagi. Hanya acara-acara televisi yang setia menemani.


Aku sadar, bahwa hidup ini memang selalu kita jalani seorang diri. Dimulai ketika kita lahir di dunia ini, sampai akhir kita mati, kita selalu sendirian. Namun, aku takut akan kesendirian. Aku takut melewati semua tahapan di dunia ini tanpa seorang teman. Aku butuh seorang teman. Bukan hanya mengisi kesepian hari ini, namun juga tempat untuk memahami kekosongan jiwa ini.

Teman, mungkin tidak akan bisa dibawa mati. Teman, memang hanya ada di dunia ini. Tapi alangkah indahnya berteman, jika kita bisa mengisi dunia kita ini dengan segala warna-warni. Hargailah teman, bencilah ke

Tuesday, January 11, 2005

Kosong

Tersentak melihat gelap semakin dekat
Melihat tangan yang terasa hampa
Takut pun melanda
Suasana semakin kelam
Sedangkan jiwa kosong
Terdiam

Di kasur ini
Aku memang sendiri
Berteman sepi yang tiada bertepi
Selintas perasaan ingin mati

Betapa kelamnya kematian
Sama halnya dengan kehidupan
Jika memang tak punya harapan

Berlari pergi mencari asa
Di dalam setumpuk jerami masalah
Pupus sudah tiada jua....




Monday, January 10, 2005

Bahasa Tubuh

Bahasa Tubuh, bisa dibilang adalah suatu bahasa yang universal. Semua orang bisa mengartikan gesture seseorang dari perilakunya ketika berbicara, bermesraan atau bahkan ketika beradu argumentasi. Tapi tidak semua bahasa tubuh bisa diartikan begitu saja oleh setiap orang. Perbedaan persepsi manusia membuat terjadinya perbedaan pemahaman soal bahasa tubuh.

Orang memang bisa mengerti bagaimana respon seseorang terhadap hal yang menjijikkan melalui mukanya. Juga bisa tahu seseorang berbohong melalui pupil mata yang secara otomatis mengecil. Itu semua terjadi secara refleks. Tanpa disadari dan tanpa disengaja. Bahkan dilakukan tanpa maksud-maksud tertentu.

Hanya saja kesalahpahaman membaca bahasa tubuh terjadi karena prasangka atau praduga yang berlebihan. Tanpa lebih dulu mengenal latar belakang seseorang, maka sulit bagi kita untuk memahami bagaimana bahasa tubuh mereka. Si Fulan yang agresif tentu akan memicingkan matanya jika merasa terganggu. Namun, si Fulanah yang pemalu tentu akan memegang kepalanya atau menundukkan kepala jika ia memang tidak senang diganggu.

Bisa diartikan, jika orang salah mengartikan bahasa tubuh orang lain. Maka dipastikan ia tidak mengenal dengan baik orang itu. Mudah-mudahan ia dugaan ini tidak benar, dan bisa jadi kesalahan karena kurangnya pemahaman persepsi bahasa tubuh.

Friday, January 07, 2005

Manusia selalu tersandung hanya karena kerikil, bukan batu besar. Sejak pertamakali membeli motor, aku selalu bangga karena motorku tidak pernah mengalami ban bocor. Namun, prestasi tanpa cacat selama 14 bulan itu lenyap sudah. Kemarin, ketika hendak pulang kantor, ku dapati ban belakangku bocor. Alhasil, aku terpaksa mendorong motorku untuk segera ditambal.

Alhamdulillah, di sebelah kantorku hanya berjarak 100 meter ada bengkel tambal ban. Aku pun tak perlu berkeringat lebih banyak seperti orang-orang lain yang merasa kepayahan jika tahu ban motornya bocor.

Di bengkel tambal ban itu aku hanya menghabiskan waktu selama 20 menit. Tak lama memang. Namun, aku sangat terperanjat ketika mengetahui penyebab bocornya ban belakang. Tukang tambal ban memperlihatkan beling kecil yang menempel di ban itu.

Astaga, beling itu jauh sama sekali dari dugaanku. Semula aku mengira akan mengalami bocor ban karena melindas paku-paku besar atau beling-beling besar. Tapi beling yang benar-benar kecil itu justru mematahkan semua itu.

Selintas aku teringat, beling itu adalah beling dari sebuah botol yang aku jatuhkan di malam ketika aku muntah-muntah. Karena terburu-buru ke kamar mandi, aku menjatuhkan botol itu di dapur. Karena malas, aku memang tidak sempat untuk membersihkan semua beling itu. Saat itu aku sama sekali tidak peduli kalau beling itu nantinya akan melukai orang yang lewat di dapur.

Memang akhirnya aku membersihkan juga. Seadanya, aku membuang beling-beling besar yang aku pikir akan mencederai orang yang lewat. Aku lupa bahwa beling-beling yang besar bisa dilihat oleh mata, sedangkan beling yang kecil sulit sekali kita raba. Hasilnya, karena sebuah beling kecil aku terpaksa mendorong dan menambal ban belakang motorku.

Manusia memang selalu lengah bukan karena hal-hal yang besar, kita selalu tersandung dengan hal-hal kecil yang sama sekali tidak pernah kita duga sebelumnya. Ada baiknya kita selalu membuka mata dan hati kita agar selalu mawas diri dan waspada.

Wednesday, January 05, 2005

Kisah Dokterandus

Namanya Yatno, tapi semua orang di kantor ku kerap memanggilnya dokterandus. Entah, kenapa bisa julukan itu diberikan kepadanya. Padahal ia sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Hanya saja hal itu tidak pernah membuat setiap orang berhenti memanggil dia dengan sebutan dokterandus.

Langkah kaki dan badannya yang terbungkuk-bungkuk bisa dilihat sudah berapa lama dokterandus bekerja di kantor ini. Setahuku ia sudah puluhan tahun ada di sini jauh sebelum aku masuk kantor. Malah ada yang bilang kalau ia ada di kantor ini sejak BM Diah mendirikan Koran Merdeka.

Umurnya yang sudah tua membuat ia sudah tidak pantas lagi disebut sebagai seorang service boy. Kesenioritasannya di kantor ini jauh melampaui para redaktur yang ada di lantai 9 ini.

Kehadirannya memang selalu ditunggu-tunggu oleh setiap orang. Mulai dari minta dibelikan makan siang sampai menyediakan air galonan untuk diminum. Keahliannya memijit selalu digunakan oleh setiap orang yang merasa kelelahan karena bekerja. Tangan-tangannya yang ringkih itu padahal sulit sekali untuk digerakkan. Napasnya yang tersengal-tersengal selalu memburu ketika ia berusaha dengan keras memuaskan setiap orang dengan pijitannya itu.

Entah kenapa beberapa hari ini ia menghilang. Sosoknya yang kecil mungil itu sama sekali tidak beredar di lantai ini. Tidak ada lagi air galonan yang ia isi, tidak ada lagi pijitan khas yang ia berikan kepada kami. Tapi aku dan orang-orang lainnya tidak peduli dan seakan-akan tidak memikirkan keberadaan dirinya.

Sampai di hari kemarin, seorang pegawai mengedarkan sebuah daftar sumbangan dengan informasi bahwa si dokterandus masuk rumah sakit. Paru-parunya membengkak, membuatnya kesulitan bernafas. Mau tidak mau dokterandus harus berhenti bekerja dan mendapat perawatan intensif.

Sayangnya, hanya sedikit orang yang memberikan bantuan kepadanya. Dari ratusan orang yang ia beri minum, hanya ada 10 orang yang memberikan sumbangan. Sangat jauh berbeda dengan pengorbanannya kepada kita, walaupun hal itu tak pernah kita sadari.

Aku sendiri diam terpaku, dokterandus yang sudah bekerja selama puluhan tahun hanya dihargai sekecil itu saja. Lalu bagaimana dengan aku yang hanya menapakkan kaki di gedung ini selama dua tahun. Ataukah ini memang nasib bagi orang-orang kecil, yang memang tidak akan pernah mendapatkan penghargaan dan penghormatan.

Kita bersenang-senang sementara orang lain yang telah bekerja bagi kita dengan kemampuannya justru sengsara diatas kesenangan kita. Semoga cepat sembuh dokterandus, mudah-mudahan kamu bisa lagi mengangkat bahumu di gedung yang pongah ini.

Sunday, January 02, 2005

Tahun Kesunyian

Tiba-tiba saja tahun 2005 ini sudah hampir lewat satu minggu. Jika kita bayangkan, satu tahun ini mungkin terasa lama. Kita harus melewati rentetan 365 hari, 8760 jam, dan 12.614.400 menit. Dan itu semuanya terangkum dalam satu kata 1 Tahun.
Gabriel Marquez, pernah menciptakan sebuah novel yang berjudul Seratus tahun kesunyian. Dalam kisah itu, ia menuturkan kisah seorang wartawan dalam memerangi rezim totaliter yang terjadi di Argentina. Tanpa kawan dan tanpa perjuangan berarti si wartawan itu menjalani hidup yang penuh kesunyian. Solitude.
Awal tahun ini memang tidak berjalan dengan mulus bagiku. DI hari pertama, peristiwa besar terjadi, Aceh kena gempa. Jumlah korban yang diduga hanya sedikit, kini hampir mencapai angka 100 ribu. Terbesar dalam sejarah, sebelumnya gempa dan tsunami yang terjadi karena Gunung Krakatau meletus, hanya memakan 36.000 jiwa.
Awal yang tidak mengenakkan ini juga berpengaruh dengan diriku. Beberapa hari ini semuanya seakan terpengaruh oleh peristiwa di Aceh. Mulai dari keuangan yang semakin menipis, ini malah menurutku adalah bencana yang terbesar, hingga kurang baiknya hubungan dengan Orangtua.
Sampai sejauh ini memang itu semua tidak akan memakan korban seperti halnya Aceh. Namun, peristiwa ini akan ku alami selama satu tahun di 2005 ini. Memang benar-benar sunyi tahunku ini. Sebelum itu semua memakan korban, aku harus bersiap untuk hal yang terburuk.


Saturday, January 01, 2005

Happy New Year

Waktu terus berputar, benar. Tahun akan berganti, pasti. Hidup terus berjalan, apalagi. Umur bertambah sejalan kematian yang makin mendekat, itu niscaya. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun pun terus terlewati, bak roda ia terus berputar. Repetisi, tanpa sebuah resolusi.

Apa sih arti Tahun Baru? Perputaran rotasi bumi yang nyatanya memang adalah sebuah realitas berubah menjadi mitos ketika masyarakat mengisinya dengan sebuah acara pesta. Terompet, klakson mobil yang memekakkan, kembang api yang meledak di atas angkasa, dan ketawa cekikian wanita gatal dalam pelukan pria, jadi sebuah ritual magis perayaan Tahun Baru.

Di tempat lain, semua orang berdoa, berzikir, bersumpah atau apalah yang mungkin dijadikan sebagai langkah awal baik untuk berharap. Di tempat-tempat megah ibadah itu menjadi mulia dalam kacamata mereka. Padahal toh tidak ada gunanya setelah itu. Sesudahnya mereka lupa dan kembali pada kemewahan dan kemegahan. Rentetan waktu membuat mereka lupa, bahwa doa adalah mulia.

Apa sih artinya bagi Tahun Baru? Keseimbangan kah, apakah ini memang semacam paradoks yang selalu berulang di malam tahun baru. Ada yang ingin berpesta di malam tahun baru, dan ada juga yang ingin mensucikan diri di malam tahun baru. Di tahun baru justru kita lupa akan keseimbangan alam yang lainnya. Di tengah kegembiraan pasti ada kesedihan. Kita lupa akan realita, bahwa kemiskinan dan kepedihan selalu terjadi di muka bumi ini.

Atau kita memang tidak pantas perduli. Toh, ini kan Cuma satu hari. Karena masih banyak hari lain untuk memikirkan hal itu. Well I hope we don’t do that. Happy New Year 2005.