Thursday, January 20, 2005

Namanya ibarat tangga nada, Remy Silado. Yang tidak ada hanya nada Fa dan So. Yang pasti Yopi Tambayong, punya imajinasi yang kuat menggabungkan seluruh nada itu menjadi sebuah nama.

Membaca profilnya di majalah TEMPO, hampir tidak pernah terbayang di pikiran kalau orang awak ini bisa mencetak ribuan puisi, ratusan cerpen dan esay, serta puluhan novel. Padahal, ketika pertamakali melihat wajahnya di sebuah acara FTV yang ditayangkan SCTV aku tidak pernah menduga kalau pria berewokan ini mempunyai bakat menulis yang kuat. Dengan segudang prestasi itu, Museum Rekor Indonesia (MURI) menahbiskan Remy Silado sebagai sastrawan paling produktif di jagat nusantara ini.

Menilik jalan hidupnya, Remy Silado memang pantas mendapatkan gelar itu. Dari kecil ia sudah berkecimpung di dunia sastra. Ketika ia masuk sekolah menengah, ia malah sudah terjun ke pentas teater. Padahal, orang-orang yang seusia dengannya saat itu lebih senang bermain musik ala Led Zeppelin dan Deep Purple.

Remy memilih dunia sastra sebagai mainan yang ia geluti, bukan tanpa sebab. Ia menganggap bahwa sastra adalah sebuah lapangan hijau yang harus ditanami dengan pohon-pohon karya sastra. Maka wajar jika ia tidak pernah berhenti untuk terus berkarya. Selama lapangan itu masih hijau, ia akan terus mewarnai lapangan hijau itu dengan karya-karyanya.

Jika kita melihat semua karya sastra Remy Silado tentu secara tidak langsung kita akan berdecak kagum ataupun keheranan. Hampir semua karya-karyanya tebal-tebal. Contohnya, Kerudung Merah Kyrmizi, Ca Bau Kan, Cheng Ho, dan Paris Van Java. Semua novel itu mempunyai ketebalan halaman lebih dari 400.

Bayangkan, betapa hebatnya proses kreatif yang dilakukan oleh Remy. Anehnya, Remy mengaku tidak butuh waktu yang lama untuk melakukan hal itu semua. Di majalah TEMPO ia bercerita, suatu kali ia pernah didatangi seorang Redaktur koran terkenal yang mendesak agar segera menuntaskan cerita bersambung miliknya. Saat itu ia hanya diberi waktu selama 3 jam untuk menyelesaikan cerita itu. Hebatnya ia berhasil tanpa kesulitan yang berarti.

Ia hanya mengatakan tidak pernah merasa kesulitan karena semua yang akan ia tulis sudah ada dalam pikirannya. Semua jalan cerita telah ia gagas dalam kepalanya dan tinggal mengeluarkan. Ibarat sebuah keran air, semua tulisan Remy bisa langsung jadi ketika pikirannya ia buka.

Aku tidak pernah menyangka bahwa si berewokan norak ini ternyata punya segudang keistimewaan. Padahal semula aku hanya berpikir kalau si berewok tua ini pasti hanyalah seorang artis jaman dulu yang bakal terlindas zaman dan hanya bisa selamat dengan cara nimbrung dalam film murahan.

No comments: