Wednesday, January 05, 2005

Kisah Dokterandus

Namanya Yatno, tapi semua orang di kantor ku kerap memanggilnya dokterandus. Entah, kenapa bisa julukan itu diberikan kepadanya. Padahal ia sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Hanya saja hal itu tidak pernah membuat setiap orang berhenti memanggil dia dengan sebutan dokterandus.

Langkah kaki dan badannya yang terbungkuk-bungkuk bisa dilihat sudah berapa lama dokterandus bekerja di kantor ini. Setahuku ia sudah puluhan tahun ada di sini jauh sebelum aku masuk kantor. Malah ada yang bilang kalau ia ada di kantor ini sejak BM Diah mendirikan Koran Merdeka.

Umurnya yang sudah tua membuat ia sudah tidak pantas lagi disebut sebagai seorang service boy. Kesenioritasannya di kantor ini jauh melampaui para redaktur yang ada di lantai 9 ini.

Kehadirannya memang selalu ditunggu-tunggu oleh setiap orang. Mulai dari minta dibelikan makan siang sampai menyediakan air galonan untuk diminum. Keahliannya memijit selalu digunakan oleh setiap orang yang merasa kelelahan karena bekerja. Tangan-tangannya yang ringkih itu padahal sulit sekali untuk digerakkan. Napasnya yang tersengal-tersengal selalu memburu ketika ia berusaha dengan keras memuaskan setiap orang dengan pijitannya itu.

Entah kenapa beberapa hari ini ia menghilang. Sosoknya yang kecil mungil itu sama sekali tidak beredar di lantai ini. Tidak ada lagi air galonan yang ia isi, tidak ada lagi pijitan khas yang ia berikan kepada kami. Tapi aku dan orang-orang lainnya tidak peduli dan seakan-akan tidak memikirkan keberadaan dirinya.

Sampai di hari kemarin, seorang pegawai mengedarkan sebuah daftar sumbangan dengan informasi bahwa si dokterandus masuk rumah sakit. Paru-parunya membengkak, membuatnya kesulitan bernafas. Mau tidak mau dokterandus harus berhenti bekerja dan mendapat perawatan intensif.

Sayangnya, hanya sedikit orang yang memberikan bantuan kepadanya. Dari ratusan orang yang ia beri minum, hanya ada 10 orang yang memberikan sumbangan. Sangat jauh berbeda dengan pengorbanannya kepada kita, walaupun hal itu tak pernah kita sadari.

Aku sendiri diam terpaku, dokterandus yang sudah bekerja selama puluhan tahun hanya dihargai sekecil itu saja. Lalu bagaimana dengan aku yang hanya menapakkan kaki di gedung ini selama dua tahun. Ataukah ini memang nasib bagi orang-orang kecil, yang memang tidak akan pernah mendapatkan penghargaan dan penghormatan.

Kita bersenang-senang sementara orang lain yang telah bekerja bagi kita dengan kemampuannya justru sengsara diatas kesenangan kita. Semoga cepat sembuh dokterandus, mudah-mudahan kamu bisa lagi mengangkat bahumu di gedung yang pongah ini.

No comments: