Tuesday, June 27, 2006

Lagi-lagi

Tadi malam saya menghadiri konferensi pers Taufik Hidayat menanggapi tuduhan telah mempunyai anak bernama Excel di Lantai 12 Gedung Patra Jasa, Jakarta Selatan.

Sebenarnya berita Taufik itu tidak akan masuk ke koran saya. Mengingat, mertua Taufik, Agum Gumelar adalah Komisaris MNC Grup. Jadi akan sangat tidak sopan jika koran saya ikut-ikutan memberitakan berita tersebut.

Namun karena alasan ingin tahu akhirnya saya datang juga ke kantor pengacara Roesmanhadi and Associates itu.

Begitu datang, saya sudah menduga bahwa ruangan yang dipakai untuk konferensi pers tidak akan mencukupi jumlah infotainment dan wartawan hibura yang datang ke konpers tersebut.

Untungnya, konferensi pers dimulai 30 menit lebih awal. Jadinya, banyak infotainment yang datang terlambat.Kalaui tidak, saya enggak bisa membayangkan bagaimana bentuk dari ruangan konpers itu karena kelebihan muatan dari para krew infotainment.

Ketika konferensi pers dimulai memang sudah menjadi dugaan wartawan dan infotainment sebelumnya, Taufik sangat irit berbicara. Pebulutangkis nasional ini hanya mengatakan akan melakukan usaha hukum baik pidana dan perdata terkait berita yang cenderung ke arah fitnah tersebut. Tidak lupa, Taufik melalui kuasa hukumnya mengatakan bahwa dia tidak mempunyai hubungan hukum dengan Fanny atau Excel sesuai dengan Undang-undang perkawinan.

Pekerja infotainment memang sepertinya tidak terlihat puas dengan jawaban tersebut. Sayangnya berkali-kali pertanyaan atau desakan wartawan justru tidak digubris dengan baik oleh Taufik.Alhasil, konpers pun berakhir cepat dan sama sekali tidak memuaskan.

Setelah konpers selesai, seperti biasa para pekerja infotainment sepertinya tidak mau melepaskan buruannya. Ibarat anjing pemburu yang lapar, mereka masih terus-terusan mengejar Taufik.

Taufik sendiri langsung mengamankan diri di sebuah ruangan kantor tersebut. Parahnya, pekerja infotainment juga bertahan di muka pintu ruangan tersebut.

Di sinilah bencana dimulai. Mungkin tepatnya bukan bencana, soalnya semua ini adalah hal yang sangat biasa terjadi ketika semua para pekerja infotainment bekerja.

Ketika Taufik berusaha meninggalkan gedung Patra terjadi aksi penggerubungan dan dorong mendorong antara pekerja infotainment dan pengawal Taufik. Akibatnya, jalur jalan yang ada di lantai 12 gedung Patra penuh sesak dan penuh dengan aura panas yang keluar dari infotainment dan pengawal.

Saling sikut dan singgung-menyinggung itulah akhirnya terjadi kecelakaan yang dialami oleh seorang crew cameramen dari salah satu infotainment ternama. Lampu kamera yang ia gunakan pecah.Kerugian dihitung berkisar jutaan rupiah.

Entah, kejadian tadi malam adalah kejadian yang keberapa kali. Sepertinya, kejadian dorong-mendorong atau ribut mulut adalah hal yang harus dilakukan ketika konferensi pers artis terutama yang berkasus terjadi.

Saya sendiri sering kebingungan ketika menghadapi masalah seperti ini. Jika terus-terusan peristiwa seperti itu terjadi yang rugi bukan hanya kita saja. Tapi, semua orang mulai dari artisnya, wartawannya hingga masyarakatnya.

Artisnya dirugikan karena hak-hak privasi mereka dilanggar. Kenyamanan mereka terganggu hingga nyawa mereka terancam hanya karena tidak mau lagi memberikan komentar usai konferensi pers.

Bagi kita para wartawan atau pekerjaan infotainment hal itu memang sangat dirugikan. Selain karena sering mengalami kerugian materiil seperti rusaknya kamera atau alat perekam, kedudukan kita di mata artis juga mengalami degradasi. Tidak heran kalau saat ini lebih banyak artis sulit diwawancara, bahkan ketika mereka tidak berkasus.

Masyarakat juga dirugikan karena berita yang keluar di masyarakat cenderung adalah berita yang sangat tendensius. Berita yang keluar tidak lain adalah berita yang sama sekali tidak balance dan dibuat seakan-akan dibuat untuk memojokkan orang tertentu.

Contohnya, ketika pagi harinya berita yang keluar tentang Taufik justru aksi dorong mendorong diberikan porsi yang lebih besar ketimbang pernyataan Taufik sendiri.

Saat ini memang sudah banyak orang atau pengamat yang mengkritisi kebiasaan-kebiasaan ini. Hanya saja semakin banyak kritikan yang keluar justru tidak pernah merubah kebiasaan tersebut.

Sulit memang untuk merubah pandangan para pekerja infotainment agar selalu bisa meletakkan segala sesuatunya dalam proporsi yang benar. Sebab, bagi mereka berita yang keluar bukanlah sebuah produk jurnalisme melainkan adalah sebuah kemasan produk yang mereka inginkan.

Jadinya tidak heran ketika proses pekerjaan membuat berita itu akhirnya juga dilakukan dengan cara-cara pemaksaan. Soalnya, produk yang mereka inginkan tentu tidak akan terjadi jika sang narasumbernya tidak memberikan jawaban-jawaban yang mereka inginkan.


1 comment:

Bunda RaRa said...

jadi kesimpulannya? bapaknya siapa dooong?