Thursday, June 08, 2006

Bioskop, Bapak dan Saya

Saya tidak tahu sejak kapan saya senang menonton film. Setahu saya dari kecil saya sudah senang sekali menonton film.Beruntung, saya punya bapak yang sangat mendukung hobby saya yang satu ini.

Ketika berbicara tentang film, bapak saya adalah sosok yang paling istimewa. Dia adalah orang yang pertama kali mengajak dan memperkenalkan saya pada bioskop dan studio 21.

Saya selalu ingat masa-masa indah saya ketika menonton film Sahur Sepuh di Tomang Ria Theater hingga film American Ninja yang diperankan oleh Michael Dudikoff di Roxy Theater.

Bagi bapak saya pergi ke bioskop adalah saat-saat yang paling istimewa. Saya teringat ketika bapak meminjam mobil teman agar kita sekeluarga bisa menonton aksi Brama Kumbara.

Kadang saat-saat itu membuat saya sering tersenyum sendiri. Soalnya, waktu itu kita sekeluarga sama-sama duduk di lantai theater karena semua kursi sudah terisi.

Ketika studio-studio 21 mulai berjamuran dan theater-theater kecil mulai berjatuhan, kebiasaan bapak mengajak kita menonton film tidak pernah pudar. Hanya saja karena tiket 21 tidak semurah tiket theater, bapak semakin selektif untuk mengajak anak-anaknya menonton film.

Sebagai anak laki-laki pertama, saya cukup beruntung karena dia sering mengajak saya ketimbang kakak-kakak dan adik saya.

Biasanya bapak sering mengajak saya ke Columbia 21. Soalnya, bioskop itu yang paling dekat dengan rumah kita. Jaraknya kira-kira 2 kilometer.

Karena jaraknya yang tidak begitu jauh dan tidak mau keluar ongkos lebih bapak dan saya selalu berjalan kaki menuju bioskop. Sepanjang perjalanan menyusuri pinggir kali yang kebetulan memang ada di situ, bapak selalu bercerita kepada saya tentang bagusnya bioskop-bioskop baru yang pernah ia datangi bersama teman-temannya.

Ia pernah mengatakan kepada saya, Kartika Chandra 21 (sekarang Planet Hollywood) adalah bioskop termegah yang pernah ia datangi. Ia bahkan mengatakan bioskop Columbia kalah besar dibandingkan bioskop Kartika Chandra.

Ketika mendengar cerita bapak, saya memang benar-benar terperangah. Soalnya, bagi saya Columbia 21 sudah sangat besar dan mewah.

Seolah bisa membaca ketakjuban di muka saya, bapak langsung berjanji akan segera membawa saya ke sana suatu saat nanti.

Seperti saya, bapak tidak pernah suka terlambat menonton film. Bagi dia tiba di theater 30 menit lebih awal lebih baik ketimbang telat 3 menit setelah film dimulai.

Ia juga paling anti mencari kursi tempat duduk ketika lampu dalam bioskop dimatikan. Soalnya, seperti juga saya, dia ingin benar-benar menikmati jalannya film dari awal hingga selesai.

Ketika selesai nonton, bapak dan saya sekali lagi lebih sering pulang berjalan kaki. Ketika pulang, bapak lebih senang mendengarkan cerita saya tentang film yang sudah kita tonton bersama-sama.

Bapak memang bukan kritikus film yang hebat. Tapi, sepanjang ini ia selalu mengajak saya nonton film-film yang sangat bagus.

Melalui film, dia juga sering bercerita kepada saya tentang tokoh-tokoh film yang sudah kita tonton. Ia sering bercerita bagaimana cerita sebenarnya tentang Fong Sai Yuk usai menonton film Tai Chi Master.

Ketika harga tiket 21 semakin mahal dan melangit bapak memang sudah tidak pernah lagi mengajak saya nonton film. Apalagi, bapak memang dari dulu tidak bekerja. Jadi sangat sulit bagi dia untuk membeli tiket yang harganya sudah puluhan ribu rupiah itu.

Saat ini Bapak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton film-film di layar kaca. Hanya saja kebiasaan dia mengajak keluarga untuk menonton film sepertinya tidak pernah terkurangi.

Ia kerap mengajak saya nonton bareng film-film lama yang ada di Metro TV setiap hari Minggu. Seperti biasa, ia selalu berkata. “Film ini bagus Yu”

Meski sudah lama tidak sering bersentuhan dengan film layar lebar, bukan berarti bapak saya tidak paham akan film-film bagus yang sedang ada di bioskop 21.

Dulu, ia bahkan sering bertanya-tanya kepada saya kapan film tentang Perang Salib (Kingdom of Heaven) itu keluar. Atau ketika ia bertanya, “katanya Michael Douglas main film jadi Secret Service (The Sentinel),”

Ketika saya mendengar pertanyaan itu, saya memang langsung memberinya sejumlah uang agar segera datang ke Citra Land untuk segera menonton. Namun, karena saya terlalu sibuk bekerja, pasangannya kali ini berbeda. Bapak lebih banyak menghabiskan waktunya menonton bersama Mama.

Terkadang, saya ingin sekali menonton bareng sekali lagi dengannya. Sekedar berbagi kesenangan yang memang sangat kita senangi.

Dalam hati saya, suatu saat nanti saya akan membawa dia ke Kartika Chandra, tempat dia pernah memberikan sebuah mimpi kepada saya.

3 comments:

indahjuli said...

Tau gak, karena loe lebih sering diajak jalan2 ama Bapak, gw kadang2 suka ngiri :)
Untungnya umur gw jauh diatas loe, kalau gak bisa perang :D

Bunda RaRa said...

indah ih elu ih, ama tulang wahyu kok gitu, ntar g bilangin dahlia loh ! hehehehe

Yovan A.S said...

Apa ya...
Agama melarang saya untuk bersifat iri...
tapi kedekatan lo ama bokap bikin gw juga pengen banget ngerasain sensasi yg sama...
sensasi yg ga pernah gw rasain selama ini...
hingga akhirnya...

ga pernah gw rasain ampe sekarang!