Apa yang paling saya banggakan dari Bokap saya? Cuma satu yaitu kenekatannya. Ya, dibandingkan sifatnya yang bisa bikin kesal, sikap bokap saya yang cenderung terobos sana-terobos sini justru sering bikin saya angkat topi.
Bokap memang sering bertindak nekat. Terutama jika hal itu berhubungan dengan prestasi yang berhasil di cetak anak-anaknya.
Saya punya cerita tersendiri soal kenekatan bokap. Bahkan, kalau saya ingat-ingat lagi saya bisa senyum-senyum sendiri.
Peristiwa itu terjadi ketika saya diwisuda. Seperti acara wisuda lainnya, kedua orang tua saya juga ikut hadir.
Awalnya, saya mengira bapak hanya menunggu dan melihat saya di deretan tamu undangan dan orangtua. Ternyata dugaan saya langsung meleset.
Ketika saya berbaris untuk menuju panggung. Tiba-tiba saya melihat di arah pintu depan panggung berdiri bokap saya sambil menenteng kamera.
Sontak saja saya langsung bingung. Ketika pas bersampingan dengan bapak, saya langsung bertanya kenapa bapak meninggalkan kursinya. Jawabannya justru membuat saya kaget bukan kepalang.
“Saya mau motret kamu dari depan,” kata Bapak.
Begitu mendengar jawaban bapak, saya cuma bisa bengong. Saya berpikir saya akan cetak sejarah nih di kampus. Saya akan jadi orang pertama difoto oleh bapaknya sendiri di depan rektor.
Waktu itu saya memang enggak bisa melarang bapak untuk melakukan hal itu. Akhirnya, begitu nama saya dipanggil. Peristiwa yang tidak pernah saya bayangkan itu pun terjadi.
Ketika saya sampai di depan, bapak juga sudah berada di samping saya. Untungnya, universitas saya adalah sebuah universitas yang memang tidak terlalu memusingkan protokoler yang serba ketat dan abracadabra. Bapak pun dengan santai dan cuek bisa memoto saya beberapa kali.
Walau Rektor dan Dekan saya bingung, tapi mereka justru berusaha menyimpan kebingungan mereka ketika melihat bapak saya beraksi. Saya sendiri berusaha untuk tetap tenang dan mengeluarkan senyuman maut saya kepada mereka.
Hanya saja, rasa heran teman-teman dan seluruh wisudawan dan wisudawati yang ada di kampus justru tetap menggelayut di muka mereka. Mereka bingung, ternyata orang tua bisa memoto di sampai ke depan panggung.
Mungkin, mereka pikir jika tahu bisa begini, mungin mereka akan menyuruh orang tuanya melakukan hal yang sama.
Saya memang benar bangga dengan bapak saya.
No comments:
Post a Comment