Tuesday, February 28, 2006

Cangkokan Film Asing

Image hosting by Photobucket


Judul : Jatuh Cinta Lagi
Sutradara : Rizal Mantovani
Pemain : Krisdayanti, Gary Iskak, Alex Abad dan Endhita
Produksi : Multivision Plus dan KD Production

Ketika saya mendengar Ram Punjabi akan kembali bikin film, saya sempat merasa heran juga. Soalnya, dengan dukungan aktris-aktris papan atas sekalipun, Ram selalu gagal dalam menghasilkan film-film yang benar-benar berkualitas atau pun yang bisa memenuhi target pasar.

Namun, ketika saya tahu bahwa Ram akan mengeluarkan film drama komedi berjudul Jatuh Cinta Lagi, saya agak bersyukur juga. Rupanya, Ram benar-benar melupakan keinginan sentimentalnya untuk membuat suatu film berat seperti Belahan Jiwa dan lebih mementingkan film-film ringan yang lebih laku di pasaran.

Oleh sebab itu, tidak heran kalau saya benar-benar haqqul yakin bahwa Ram berusaha kembali kepada jalan yang benar.Apalagi, untuk film satu ini Ram menggandeng sebuah nama besar bernama Krisdayanti.

Nama Krisdayanti memang suatu jaminan mutu. Namanya ibarat suatu barang yang akan selalu laku di pasaran. Makanya, Ram pun rela untuk mengeluarkan uang Rp 400 juta untuk menggaet istri Anang Hermansyah ini agar mau bermain film.

Di saat popularitasnya yang menurun, KD memang tidak perlu lagi memikirkan tawaran tersebut. KD mungkin melupakan beberapa factor kala dia menerima tawaran tersebut. KD tengah melakukan perjudian besar atas karirnya baik di dunia tarik suara ataupun di layar lebar.

Selentingan demi selentingan memang sudah banyak saya dengar sebelum film ini beredar. Banyak orang yang mengatakan bahwa film ini sangat mirip dengan film Hollywood. Ya, benar mirip dengan film Pierce Brosnan dan Julienne Moore berjdul Laws of Attraction.

Awalnya saya enggan untuk membuktikan hal itu. Tapi, nyatanya saya benar-benar kecewa karena selentingan-selentingan itu hampir benar-benar terbukti ketika saya datang ke konferensi pers, JCL di Planet Hollywood beberapa waktu lalu.

Saya sangat kaget melihat poster film tersebut. Ingatan saya langsung melayang pada sebuah film lain yang diperani Rene Zelweger dan Ewan McGregor berjudul Down With Love. Ketika pulang ke kantor saya pun terpaksa membuka google untuk membuktikan kesamaan poster dua film tersebut. Ternyata, poster itu memang hampir mirip satu sama lain.

Dari dua kesamaan itu saya memang sangat-sangat berharap agar film JCL bukanlah sebuah film cangkokan film-film asing. Sebab, dari trailer yang diperlihatkan hampir semua adegannya sangat-sangat dekat dengan film-film Hollywood, contohnya, adegan menari dan bar yang dipenuhi bule-bule.

Meski agak kecewa, saya tetap berusaha berpikir positif.Bahkan, jauh-jauh hari saya sudah berjanji untuk tetap menonton film garapan Rizal Mantovani ini. Apalagi, saya ingin tahu seberapa kuatnya kan peran KD dalam film tersebut. Soalnya, KD benar-benar yakin bahwa dirinya memang tidak tampil seperti dirinya sebagai seorang penyanyi.

Film JCL sendiri bercerita tentang seorang kehidupan dua orang pengacara bernama Lila (Krisdayanti) dan Andre (Gary Iskak). Meski sama-sama pengacara, keduanya memiliki nasib dan cara kerja yang berbeda. Lila lebih banyak menangani kasus pro bono (gratis) demi kepentingan masyarakat, sedangkan Andre seorang pengacara yang flamboyant yang lebih mencari kasus-kasus besar demi popularitas belaka.

Sebuah kasus perceraian penyanyi bangdut bernama Dea Angelia (Cornelia Agatha) memaksa Lila dan Andre bertemu. Siapa nyana, pertemuan tersebut justru adalah bermulanya perasaan cinta antara Lila dan Andre.

Sayang, karena perbedaan pola pikir dan gaya hidup. Serta diembel-embeli oleh kegagalan cinta di masa lalu membuat keduanya sulit bersatu.

Melihat plot di atas memang kita sudah tahu ke arah mana film itu akan bergerak selanjutnya. Sebab, film drama komedi, komedi romantis atau apapun itu adalah film-film yang gampang sekali ditebak.

Kita pasti tahu bahwa kedua tokoh utama itu pasti akan tetap bersatu. Namun, biasanya yang bikin kita jadi penasaran adalah bagaimana sutradara memodifikasi terbentuknya jalinan cerita cinta kedua tokoh utama.

Inilah yang sepertinya dilupakan oleh Rizal. Dari awal saya menonton, saya sangat merasakan Rizal seakan-akan menyederhanakan film ini. Saking sederhananya, Rizal sama sekali tidak mengembangkan karakter tokoh utama yang ada di film ini, Lila dan Andre. Kita hanya disuguhkan keseharian Andre yang suka dugem dan Lila yang sangat gila kerja. Tanpa tahu bahwa siapa sih Andre dan Lila di balik semua pekerjaannya itu.

Rizal lebih mengedepankan adegan-adegan slapstick yang kerap sekali dilakukan oleh Andre dan Lila. Entah, ini berhasil atau tidak yang pasti teman-teman saya justru tidak pernah tertawa setiap kali adegan itu ada di layar bioskop.

Selain minimnya pengembangan karakter, Rizal sendiri sepertinya berusaha menyederhanakan semua masalah yang ada di film ini. Ibarat lari sprint, Rizal sepertinya ingin cepat-cepat sekali menyudahi film yang katanya menghabiskan uang Rp 7 miliar ini. Akibatnya, saking terburu-burunya, film ini sama sekali benar-benar tidak berjiwa. Saya bahkan hanya tersenyum miris ketika Lila dan Andre marahan hanya karena melihat Andre mencium pipi seorang wanita.

Ada satu hal lagi yang benar-benar mengganggu saya. Membuat film komedi tidak mengharuskan sutradaranya untuk tidak serius menggarap detil film. Saya benar-benar tidak habis pikir kenapa Rizal mengambarkan suasana sidang perceraian itu terbuka untuk umum dan bisa dihadiri siapa. Padahal, setahu saya sidang perceraian itu adalah sidang yang selalu tertutup untuk umum.

Di balik beberapa kelemahan tersebut, ada beberapa bagian yang membuat saya merasa bisa sedikit tersenyum akan film ini. Di JCL kita merasa didekatkan pada kenyataan bahwa kenyataan-kenyataan yang ada di televisi tidaklah selamanya benar.

Kebenaran yang ada di media massa sebenarnya ada pada pemegang modal dan mudah direkayasa. Tergantung pada siapa media itu berpihak dan berapa uang yang akan dikeluarkan.

Kenyataan ini memang sangat dekat dengan kehidupan saya sehari-hari. Sebagai wartawan hiburan, saya memang merasa tahu dan akrab dengan hal-hal seperti itu. Sayang, Rizal tidak mendramatisasi isyu ini dalam film tersebut.

Sementara itu menanggapi penampilan pertama KD di dunia layar lebar. Saya rasa saya setuju dengan pendapat seorang teman saya. KD benar-benar seorang master in disguise, semuanya serba tidak natural dan artifisial. Maaf, jadi sorry-sorry saja bagi KD, film ini sepertinya bukan langkah pembuka yang manis bagi pelantun lagu Menghitung Hari ini.

Oh iya, saya sudah Tanya teman-teman saya tentang film ini. Dari 5 teman saya, kesemuanya mengatakan film ini biasa saja. Bahkan, tiga di antara mereka mengatakan film ini garing.

3 comments:

dahlia said...

"garing" ????
enak dong...
daripada alot...susah ngunyahnya

Anonymous said...

Dari penjelasan Anda, saya bisa menarik kesimpulan bhw film itu ... klise sekaleee ... plus pastilah sinetron taste-lah, biasa buatan oom Ram kan kayak gitu mulu (siapapun sutradaranya), garing en nggak fokus2 amat. Trus ditambah sedikit norak. Dan sedikit pengetahuan tentang dunia media massa (pasti ada dong wong kasusnya artis cerai). Gitu aja. Makasih.

Yovan A.S said...

saya tidak mau berkomentar bagaiman Raam membuat film. tapi yg pasti film ini akan jadi ajang taruhan KD untuk tetap berada di dunia entertainment yang mendewakan popularitas.