Thursday, February 02, 2006

Ketika Mimpi Harus Berakhir

Image hosting by Photobucket

Judul : Be With Me
Sutradara : Erick Khoo
Skenario : Wong Kim Hoh
Pemain : Teressa Chan, Ezan Lee, Samantha Tan, Set Keng Yew

Ketika mimpi harus berakhir jangan pernah berhenti untuk berharap. Selama ada kenyataan di samping selalu berdiri harapan.

Film Be With Me adalah film semi biografi tentang kehidupan wanita Singapura Teressa Mary Chan yang cacat pendengaran dan buta. Teressa menderita buta dan tuli ketika berumur 14 tahun.

Ketika tahu dirinya cacat, Teressa benar-benar merasakan hidupnya telah hancur. Cita-citanya untuk menjadi seorang penyanyi opera punah.

Ketika banyak orang menyerah dengan hidup ketika dihadapkan pada kenyataan yang memunahkan mimpi-mimpi mereka. Namun, tidak demikian dengan Teressa.

Wanita yang sekarang membuka Yayasan Be With Me Fund itu tetap terus berharap hidupnya tetap berguna meski dalam keadaan cacat.

Meski bercerita tentang kehidupan Teressa Chan, film yang jadi pembuka ajang festival film Cannes 2005 ini pusatnya ada pada tiga cerita. Pertama, seorang suami yang sedih karena ditinggal mati istrinya, kedua tentang seorang satpam yang jatuh hati pada wanita cantik, dan ketiga tentang kisah cinta seorang pelajar perempuan yang jatuh hati pada perempuan juga.

Kesemua tokoh di film tersebut menghadapi masalah yang sama. Mereka ingin bersama dengan orang yang mereka kasihi. Selain itu, mereka semuanya juga putus asa karena mimpi-mimpi mereka buyar ketika berhadapan dengan kenyataan hidup. Tak bisa bersama dengan mereka.

Suami tua tersebut tidak bisa melawan takdir alam bahwa istrinya harus meninggal dunia karena sakit.
Sang satpam tidak punya keberanian untuk mengatakan cintanya. Dan kedua pelajar wanita itu terpaksa menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak bisa bersama karena salah satu diantaranya menemukan cinta lain pada seorang pria.

Melalui film ini Eric Khoo sebenarnya ingin berpesan bahwa segala kekurangan yang terjadi di dunia ini bukanlah akhir dari dunia. Kekurangan yang kita punya justru adalah bagian

Meski pesan ini sudah biasa kita dengar, namun Eric Khoo menyajikan pesan itu dengan cara yang istimewa. Khoo tak perlu menyajikan adegan-adegan implicit untuk meyakinkan pesan tersebut. Khoo lebih memilih menyampaikan pesan tersebut melalui sebuah mesin ketik yang digunakan Teressa Chan untuk menulis sebuah buku.

Kehadiran mesin ketik itu membuat penonton benar-benar dibimbing untuk menyelami perasaan kesemua tokoh tersebut. Selain itu, Khoo juga sering menampilkan adegan-adegan silent shoot sehingga pembaca bisa langsung membaca bahasa tubuh semua tokoh.

Beruntung Khoo mempunyai actor dan aktris yang benar-benar mempunyai kemampuan prima. Baik ketika berakting dengan dialog dan tanpa dialog.

Jujur, film ini memang benar-benar bukan film yang menghibur seperti layaknya film-film yang pernah tonton sebelumnya. Saya memang tidak terhibur, tapi film ini benar-benar menginspirasi saya.

Mimpi memang selalu berakhir. Bukan hanya dalam kenyataan hidup, bahkan ketika kita terbangun dari tidur mimpi pasti berakhir . Namun, memang itulah yang sebenarnya harus kita lakukan.

Ketika terbangun karena kita harus hidup dan meneruskan mimpi kita dengan meletakkan sebuah harapan di dalam kehidupan.

“Hidup indah itu tidak akan pernah ada jika kita tidak mengerti apa itu hidup sebenarnya,” ungkap Teressa Chan.

No comments: