Saturday, January 21, 2006

Lets Playboy

Image hosting by Photobucket


Akhir-akhir ini masyarakat tengah dikejutkan dengan rencana penerbitan majalah Playboy
Indonesia. Majalah bergambar kepala kelinci ini rencananya akan bisa dibaca masyarakat secara berlangganan khusus bulan Maret 2006 ini.

Saya sendiri sudah mendengar kabar terbitnya majalah tersebut di bulan Desember 2005. waktu itu kebetulan ada undangan yang masuk ke kantor untuk menghadiri acara media gathering majalah Playboy.

Ketika acara itu berlangsung sama sekali tidak ada gambaran di mata pengurus majalah Playboy akan mendapatkan penolakan yang begitu besar seperti sekarang. Rencana penerbitan majalah tersebut bahkan dianggap sebagai langkah besar di sepanjang sejarah permajalahan Indonesia.

Nyatanya, minggu-minggu terakhir ini tiba-tiba saja isu Playboy Indonesia menjadi isu besar yang menyita perhatian kita. Pusat konflik terjadi pada gambaran atau dugaan mengenai isi majalah tersebut.

Alim ulama dan beberapa pemerhati social sendiri menyayangkan penerbitan majalah tersebut. Mereka menganggap bahwa Playboy apapun bentuknya merupakan gangguan moral yang sangat membahayakan.

Meski demikian tidak sedikit masyarakat yang memang mendukung keberadaan majalah tersebut. Mereka beranggapan keberadaan Playboy Indonesia tidak boleh dipandang sebelah mata. Ada juga yang mengatakan sebelum keluar seharusnya komentar sinis lebih baik ditahan dulu.

Masyarakat menjadi terbelah dua, ada yang pro dan ada yang kontra. Sebenarnya, pemisahan masyarakat akan masalah Playboy ini sudah biasa terjadi. Fenomena ini sering terjadi bila masyarakat menyikapi masalah yang berhubungan dengan pornografi atau kesusilaan.

Masyarakat yang pro cenderung dilabeli orang yang tidak punya adat timur atau paling tidak sebagai orang yang kebarat-baratan. Paling parah jika dilabeli kafir oleh ormas-ormas tertentu.

Sedangkan masyarakat yang kontra biasa dilabeli dengan sebutan munafik. Yah, istilah yang masih bias ini memang kerap diterima oleh mereka-mereka yang kenyataannya menolak tapi ternyata diam-diam menikmati juga. Sedangkan yang benar-benar tulus memperjuangkan sikap mereka secara utuh justru lebih banyak jadi kambing hitam.

Saya sendiri pernah berdialog dengan teman saya soal masalah Playboy Indonesia. Jujur saya pribadi tidak menganggap penting ada atau tidaknya Playboy Indonesia. Selain saya memang tidak tertarik dengan majalah-majalah seperti itu, saya juga tidak punya biaya untuk membeli majalah Playboy dan sejenisnya.

Yang pasti menurut saya kehadiran majalah Playboy Indonesia adalah suatu fenomena yang pasti terjadi. Di tengah serangan globalisasi media saat ini mau tidak mau kita akan menerima kehadiran media-media lain seperti Playboy.

Yang saya sayangkan justru adanya fragmentasi yang sangat kuat pada masyarakat kita. Timbul kebiasaan baru dalam diri masyarakat yaitu saling menyalahkan dan saling menyudutkan. Kita menjadi terbiasa untuk menyalahkan bahkan sebelum kita tahu apa dan siapa sebenarnya yang kita permasalahkan tersebut.

Saya juga tidak mau memperdebatkan siapa dan mana yang benar. Semua bisa jadi benar jika kita memandangnya dari segala sisi.

Bagi saya sendiri pornografi adalah sesuatu bentuk asusila yang secara langsung masuk ke dalam ranah sosial dan jelas-jelas sangat mengganggu. Dan itu dalam bentuk apapun.

Saya sendiri memandang, bahwa kalaupun majalah Playboy itu benar ada entah apapun bentuknya saya bukanlah seorang hakim, Departemen KOmunikasi dan Informasi yang bisa dengan seenaknya memberangus kebebasan orang untuk berekspresi.

Saya lebih memastikan saya dan keluarga saya tidak membeli majalah tersebut. Lagipula, daripada kita ribut-ribut mending kita pastikan bahwa kita tak mau membeli majalah tersebut. Saya beranggapan seperti itu karena saya termasuk orang yang percaya bahwa hukum media, tak ada pembeli berarti tak ada umur yang abadi.

1 comment:

dahlia said...

"kita tuh orang timur...jadi...berlakulah selayaknya orang timur "

* bacanya kaya pak HARTO *

oya...pak, klo kita liat orang "dulu" malah lebih porno ya...

liat deh , dipasar pasar tradisional. Mbok mbok pada suka pake kutang doang, sambil dagang.

ck..ck..ck..sekarang sapa ya yang mo melestarikan budaya mbok mbok itu

* kabur lagi....takut disambit *