Tuesday, January 10, 2006

9 Naga Mengejar Matahari

Image hosted by Photobucket.com


9 Naga

Sutradara : Rudy Soejarwo

Skenario : Monty Tiwa

Produser : Leo Sutanto

Pemeran : Lukman Sardi, Fauzi Baadila, Marcell Anthony, Donny


Bermain air basah, bermain api terbakar. Siapa yang hidup dengan pedang maka akan mati dengan pedang. Setiap permasalahan dalam hidup selalu ada titik baliknya. Tinggal bagaimana kita bisa menyikapinya dengan baik.

Mungkin ungkapan di atas adalah premis yang ingin dihadirkan Rudy Soejarwo ketika membesut film berjudul 9 Naga. Film yang akhir tahun lalu sempat menghebohkan karena tragedi puser dan tagline itu akhirnya berhasil saya tonton juga.

Berkat privilege wartawan, saya dan teman-teman akhirnya bisa menonton film yang diperani Fauzi Baadila dan Lukman Sardi itu di Megaria 21, Cikini Jakarta Pusat. Meski agak terganggu dengan fasilitas theater yang sangat jauh memadai dibandingkan theater-theater lainnya yang ada di Jakarta, saya cukup bersyukur bisa menonton film yang berdurasi kurang lebih 100 menit itu tanpa mengeluarkan biaya satu sen pun.

Jujur, saya tidak pernah sebahagia ini ketika menonton film Indonesia. Ketika film 9 Naga usai saya benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa haru saya akan film ini.

Perasaan yang dulu-dulu hilang tiba-tiba muncul kembali. Perasaan itu muncul karena saya memang benar-benar terbawa dengan suasana cerita yang ditulis oleh Monty Tiwa.

Penulis skrip yang biasanya bertandem dengan Indra Yudhistira Ramadhan ini benar-benar jernih mengutarakan segala permasalahan yang terjadi dalam hidup tiga orang pembunuh bayaran.

Tersebutlah, Marwan, Donny dan Leni. Tiga orang teman yang tinggal di daerah kumuh Jakarta. Pertemanan mereka bermula dari peristiwa berdarah yang mengakibatkan seorang preman mati terbunuh semasa mereka remaja.

Justru dari darah itulah, Marwan mulai mengerti betapa mudahnya mencari uang dengan jalan kekerasan yang memang kerap mengeluarkan darah. Untuk mewujudkan keinginan itu Marwan mengajak Donny dan Leni untuk tetap bersama dan bekerja sebagai pembunuh bayaran.

Tidak pernah akan ada yang abadi di dunia ini. Begitu juga dengan pekerjaan Marwan, Lenny dan Donny sebagai pembunuh bayaran. Donny yang memang lebih terdidik dibandingkan kedua orang tersebut ingin sekali meninggalkan dunia hitam tersebut agar bisa membantu adiknya kuliah.

Sayang ketika hendak memutuskan berhenti, Donny justru menghadapi permasalahan baru. Biaya kuliah ternyata tidak semurah yang ia duga. Agar bisa mengumpulkan uang secepatnya, Donny pun kembali mencoba pekerjaan sebagai pembunuh bayaran. Sejak Donny memutuskan untuk bergabung kembali konflik demi konflik pun langsung dimulai.

Dari segi penokohan, Rudy memang berhasil memberikan kesan yang kuat pada ketiga tokoh tersebut.Apalagi Rudy sangat sering mengclose up semua karakter yang ada di film ini.

Jadi sangat wajar jika kita merasa Marwan yang diperankan oleh Lukman Sardi benar-benar terasa bukan orang asing dalam kehidupan kita. Meski ia seorang pembunuh bayaran ternyata ia juga manusia biasa. Dia bisa khilaf, lupa akan anak istri bahkan dia bisa menjadi seorang pengecut ketika berusaha kabur dari kenyataan akan kesalahannya yang tak pernah termaafkan.

Siapa sangka, Leny ternyata seorang pria yang memang benar-benar mempunyai masalah dengan keberanian. Pria asal Solo ini justru adalah pria yang sangat lugu dan mempunyai kesulitan-kesulitan mengungkapkan perasaan cintanya kepada seorang wanita penjaga lapo tuak.

Hal yang patut diacungi jempol dalam film ini adalah kemampuan Rudy untuk mengajak penonton ikut terlibat. Dalam film ini Rudy tidak mengajak penonton menafsirkan kesusahan mereka melalui kata-kata. Penonton justru diajak untuk menafsirkan kesusahan yang mereka alami melalui gambar dan bahasa tubuh ketiga aktor tersebut.

Meski telah berhasil membuat film yang menarik, film ini justru mengingatkan kembali saya akan sebuah film Rudy sebelumnya yakni Mengejar Matahari. Sedikit terlintas dalam benak saya kepada Rudy untuk mempertanyakan perbedaan antara Mengejar Matahari dan 9 Naga. Apakah ini hanya versi lain dari Mengejar Matahari.

Dalam film 9 Naga, semua unsurnya ada dalam film Mengejar Matahari. Yang pertama adalah elemen pertemanan, kedua adanya adegan seorang pria yang mati di menit-menit awal film, ketiga ada juga si Fauzi Baadila.

Selain itu, Rudy ternyata cenderung menyederhanakan masalah dalam film ini. Rudy seakan-akan ingin menumpuk satu demi satu masalah dalam kehidupan tokoh utama mereka. Bisa jadi, Rudy ingin menempatkan empati penonton jadi sangat tinggi bagi sang tokoh utama.

Lihat saja, kalau Marwan sudah pernah membunuh 23 orang kenapa pula dia harus takut dengan sosok bernama Dippo. Atau yang bikin saya bingung berpikir, sebegitu beraninya pembunuh bayaran ini menampakkan muka di depan umum, dan tetap enak-enakan tinggal di rumahnya tanpa kejaran polisi ata pun orang lain.

Atas dasar keinginan memunculkan empati yang sangat tinggi itu jugalah yang membuat saya terkesan melihat Rudy melambatkan alur cerita ketika film menjelang akhir. Saking lambatnya, hingga hampir saja membuat saya meninggalkan kursi. Berutung penampilan Lukman Sardi memang benar-benar layak untuk dinikmati.

Di atas semua itu seperti yang saya sebutkan sebelumnya, saya sangat bersyukur 9 Naga bisa keluar sebagai awal film Indonesia di tahun 2006 ini. Mudah-mudahan film ini bisa jadi tanda yang sangat baik bagi perfilman Indonesia.

1 comment:

F.X Rudy Gunawan said...

Halo Wahyu, apa kabar?