Sunday, December 25, 2005

Roller Coaster With Peter Jackson

Image hosted by Photobucket.com

Lupakan cerita dan lupakan drama. Bagi saya menonton film King Kong sama saja bermain roller coaster dengan Peter Jackson. Setidaknya itu yang ada dalam pikiran saya usai menonton film berdurasi 3 jam 7 menit ini di Djakarta Theater beberapa waktu lalu.

Saya akui film ini adalah film terbaik saya sepanjang tahun 2005 ini. Adrenalin dan jantung saya seakan meloncat keluar ketika menonton film yang diperani oleh Jack Black, Adrien Brody dan Naomi Watts ini.

Dua jam terakhir film King Kong adalah dua jam yang benar-benar menguras tenaga saya. Menguras seluruh detak jantung saya hingga terus-terusan berdetak cepat tak kenal hentinya. Seperti berhubungan seksual, setelah film ini selesai saya ingin kembali mengulanginya hingga titik orgasme yang tertinggi.

Dibanding film pertama King Kong garapan Merian C Cooper yang mengedapankan unsur dramatic tinggi, film King Kong garapan Peter Jackson memang terasa jauh berbeda.

Film ini tak ubahnya sebuah film khayalan tingkat tinggi Peter Jackson. Dan saya maklum karena sutradara asal Selandia Baru itu memang sangat mengidolakan dan mencintai film King Kong milik Cooper.

Atas dasar itulah saya sangat mengerti kenapa Peter Jackson lebih mengedepankan visualisasi efek ketimbang unsur dramatik. Layaknya, seorang anak yang diberikan kado terindah yang ia inginkan dari dulu, maka sangat wajar jika Peter Jackson lebih banyak menumpahkan seluruh ide-ide kreatif yang sangat luar biasa ketimbang unsur dramatik dalam film King Kong tersebut.

Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com

Alasan saya kenapa film ini tidak kental dengan nuansa drama tidak lain karena rasa empati kita kepada Kong (yang geraknya diperani Andy Serkis) dengan paksa diminta keluar oleh Peter Jackson.

Padahal, dalam Kong milik Cooper, empati kita keluar natural dengan sendirinya ketika Kong mengetahui bahwa cintanya sama sekali tak berbalas. Sedangkan di film Kong milik Peter Jackson, rasa empati kita seolah-olah dipaksa keluar karena cintanya benar-benar dibalas oleh Ann Darrow. Di film ini Kong mati karena semua orang ingin dia tidak bisa bersama dengan Darrow. Bukan karena semua orang menolak kehadirannya.

Meski demikian, saya sendiri sangat takjub dengan gambar-gambar yang dihadirkan oleh Peter Jackson. Selama 3 jam mata saya benar-benar dimanjakan Peter Jackson dengan pemandangan yang sangat bagus.

Image hosted by Photobucket.com
Image hosted by Photobucket.com

Saya sangat terkesan betapa detilnya Peter Jackson menghadirkan suasana. Baik di kota New York tahun 1933, samudra pasifik yang ganas hingga hutan tropis yang benar-benar misterius.

Kehadiran Kong di tahun 2005 ini benar-benar jadi pengobat rindu saya akan kehadiran Peter Jackson dalam trilogy film Lord of The Ring. Saya pribadi sebenarya melihat Peter Jackson terlihat tak bisa melepaskan LOTR dalam film Kong.

Bbeberapa kali saya melihat mahluk-mahluk purba yang keluar dalam King Kong hampir mirip muka-mukanya dengan dwarf yang ada dalam film LOTR.

2 comments:

evil dan said...

coba review ini dimuat buat edisi minggu. pasti halaman film kita jauh lebih bagus. ck ck ck.

dipaksa keluar? hmmm... cermat juga, gw sampai gak menyadari.

indahjuli said...

Ampun deh adik gw yang satu ini. Semakin lama tulisan loe semakin bagus aja Yu.
Kayaknya gak salah deh loe di dunia hiburan.
Atau emang karena loe cerdas yah...he...he...
Gw bingung, kok bisa mengalir begitu aja tulisan loe.
I'm proud about you, bro'