Cekal = mencegah dan menangkal Beberapa hari ini dunia perfilman Indonesia dikagetkan dengan berita “pencekalan” film 9 Naga garapan sutradara Rudy Soedjarwo. 9 Naga terpaksa “dicekal” karena tagline film tersebut yakni “Manusia Terbaik di Indonesia adalah Penjahat” dianggap terlalu provokatif. Setelah itu alasan kedua pencekalan tersebut adalah gambar pusar Fauzi Baadillah yang dianggap tidak pantas.
Begitu mendengar berita tersebut, saya memang tergelitik untuk mencari tahu informasi langsung dari sang sutradara Rudy Soedjarwo untuk memberikan keterangan soal berita tersebut.
Sayang, waktu itu sutradara film Ada Apa Dengan Cinta? Ini Cuma berkomentar singkat. “Tunggu saja konferensi persnya besok,”
Karena tidak bisa mengorek keterangan dari Rudy, akhirnya saya berusaha mencoba menelpon ketua Lembaga Sensor Film, Titi Said. Beruntung, waktu itu Titi Said mau memberikan sedikit komentarnya tentang “pencekalan” tersebut.
Menurut Titi, LSF sama sekali tidak mencekal film tersebut. Lha wong kata dia film itu juga belum selesai sama sekali. Menurut Titi, LSF hanya memberikan pertimbangan tentang poster yang hendak diedarkan oleh RELOAD Production (produser film 9 Naga).
“Nah, karena memang kita memang diminta yah LSF memberikan pertimbangannya,” ujar Titi kala itu kepada saya.
Titi mengakui dua alasan tersebut, yakni tagline yang provokatif dan pusar Fauzi Baadillah yang terlalu kebesaran. Nah, dari pertimbangan-pertimbangan itulah timbul kata-kata cekal dari pihak produsen film.
Menurut Titi, tagline tersebut cenderu ambigu. Soalnya, di tengah keadaan masyarakat saat ini kalimat manusia terbaik adalah penjahat sama sekali mempunyai makna yang positif.
Sementara itu soal pusar, Titi mengatakan keberatan LSF ternyata keberatan dengan gambarnya yang terlalu besar. Apalagi hanya setengah badan.
“Yah nanti orang pikirnya yang enggak-enggak begitu menonton film ini,” kata ibu setengah baya ini.
Terakhir, Titi mengatakan proses pencekalan biasanya terjadi ketika film itu sudah diedarkan atau sudah jadi produksi.
“Nah ini belum jadi kok sudah dibilang cekal-cekal,” kata Titi waktu itu.
Sementara itu malam harinya saya juga kebetulan hadir dalam konferensi pers yang dilakukan Rudy di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Rudy sendiri mengaku tidak terlalu memikirkan tindakan LSF itu. Menurut Rudi perbedaan pola pikir memang tidak perlu diperdebatkan. Meskipun Rudy punya makna filosofis sendiri tentang tagline tersebut.
Yang bikin menarik adalah mendengar komentar Rudy tentang isu pencekalan tersebut tak lain adalah strategi marketing yang dilakukan RELOAD Production. Rudy dengan nada emosional mengatakan bahwa dia tak butuh publikasi.
“Saya enggak butuh publikasi. Mau filmnya saya enggak ada yang nonton kek saya enggak bakalan rugi,” kata Rudy.
Sementara itu Fauzi Baadillah mengatakan bahwa pose yang ia tampilkan sama sekali tidak memberikan kesan fulgar. Menurut Fauzy dia hanya diarahkan untuk memberikan kesan visual tentang seorang pria yang tengah bingung menentukan pilihan. Tapi, Fauzi tidak bisa menjawab kenapa harus setengah badan.
Get Rich or Die Tryin dan 9 Naga
Sebenarnya peristiwa “pencekalan” ini sama sekali tidak baru menurut saya. Sebelumnya di negara yang berbeda, poster film semi autobiografi penyanyi rap asal Amerika 50 Cent berjudul Get Rich or Die Tryin juga mengalami hal yang sama.
Di negara bagian Philadelphia dan Los Angeles poster film semi autobiografi 50 Cent terpaksa diturunkan karena dianggap mengganggu kenyamanan. Dalam poster tersebut digambarkan 50 Cent membawa mikrofon di tangan kanan dan pistol di tangan kiri. Setengah telanjang juga, namun 50 Cent membelakangi badan.
Sebenarnya kalau kita pikir-pikir dua poster tersebut memang sama. Dan yah hampir miriplah menurut saya. Sama-sama punya tagline yang provokatif dan sama-sama setengah badan.
Dan akhirnya, pemerintah kota Los Angeles dan Philladelphia memang menurunkan semua billboard tersebut. Nah, yang ini menurut saya baru adalah sebuah tindakan yang benar-benar memenuhi unsur pencekalan.
Berdasarkan factor kebebasan ekspresi dan kreasi, sebenarnya tindakan LSF adalah tindakan yang kontraproduktif. Tindakan LSF dianggap tindakan otoriter yang memberangus kebebasan dan akan kembali membuat beberapa orang menjadi tidak produktif.
Namun, ada baiknya kita juga melihat sesuatu dari sudut yang lain. Bisa saja, masyarakat kita memang belum bisa menerima sesuatu yang baru seperti halnya tagline yang provokatif seperti 9 Naga.
Lagipula, tagline seperti manusia terbaik di Indonesia aalah seorang penjahat bisa jadi adalah pengalaman pribadi seseorang yang memang tidak pantas untuk digeneralisasikan.
No comments:
Post a Comment