Thursday, December 08, 2005

Membaca Rieke Diah Pitaloka

Image hosted by Photobucket.com


Tadi malam sempat menghadiri peluncuran buku kumpulan puisi, Ups milik bintang sinetron dan penggiat seni, Rieke Diah Pitaloka, di Goethe Institut, Jakarta Pusat.

Ini merupakan buku kumpulan puisi ketiga Oneng, setelah Renungan Kloset, dan Renungan Kolset (Dari Cengkeh sampai Utretch).

Berbeda dengan peluncuran buku lainnya yang biasa diisi dengan tumpengan nasi kuning atau semarak pesta, peluncuran buku kumpulan puisi milik istri Dony Gahral Adian ini diisi dengan sangat istimewa.

Bertepatan ketika Gus Dur datang, tak lama kemudian acara dibuka oleh lagu It’s Time oleh grup musik etnik Valet. Nuansa timur sangat terasa dalam lagu It’s Time tersebut, membuat saya terbawa suasana yang temaram di dalam aula Goethe Institut.

Setelah lagu dinyanyikan berturut-turut tiga selebritas seperti Nany Widjaya, Fanny Fadila dan Inul Daratista membacakan puisi milik Keke-panggilan akrab Rieke. Masing-masing membacakan dua puisi.

Acungan dua jempol saya sematkan kepada Nany Widjaya. Ibu artis mendiang Sukma Ayu ini berhasil membawakan puisi Keke dengan baik. Kesedihan warga Aceh karena tsunami terasa makin pedih ketika Nany merintih membawakan puisi berjudul Di Depan Baiturrahman.

Setelah Nany, giliran Fanny dan Inul Daratista membacakan puisi. Sayang, Inul tidak membawakan puisi-puisi Keke dengan baik. Inul sepertinya kehilangan soul yang digoreskan Keke dalam setiap puisinya.

Penyanyi dangdut asal Pasuruan, Jawa Timur ini seperti berjalan tak tentu arah, dan tak mengenal mana titik dan koma. Tapi, tak apalah setidaknya dia berniat sungguh-sungguh untuk membacakan puisi itu.

Ok, kembali ke topik, buku Rieke ini berisi dari 40 buah puisi. Hampir sebagian puisi di tulis di tahun 2005 ini. Bahkan sang empunya buku mengaku semua puisinya di tulis di sela-sela syuting Bajaj Bajuri dan Salon Oneng.

Secara keseluruhan puisi yang dibawakan Keke memang tidak lepas dari keseharian Keke sebagai artis dan aktivis.Membaca puisi ini seperti membaca kegelisahan Keke tentang segala keadaan terutama tentang social, politik dan budaya.

Puisi-puisi yang ia keluarkan tak pernah lepas dari isyu-isyu masyarakat marjinal seperti peristiwa busung lapar, kebijakan pemerintah yang tak populis dan kesetaraan gender.

Berbeda dengan buku kumpulan puisi yang sebelumnya, Keke kali ini jauh lebih banyak menggunakan kata-kata lugas. Semua puisinya terasa tujuannya hendak kemana.

Alhasil, setelah membaca puisi pembaca tak lagi dibawa Keke untuk mencapai tahap proses perenungan. Ok lah, Keke mungkin tak ingin pembacanya terlalu bingung menafsirkan apa yang hendak ia katakana.

Tapi, daripada pembacanya terlalu mudah menelan kata-kata dan membuang penafsiran mereka di pinggiran selokan, ada baiknya Keke tetap menyisakan sedikit ruang bagi pembacanya untuk berinteraksi dengan puisi tersebut.

Seperti kata Pablo Neruda, penyair tugasnya adalah mendewasakan bangsanya. Kita berharap Keke makin terus mendewasakan kita dan bukan mengarahkan kita.

Selamat Ke, tetap terus berkreasi..!!!

3 comments:

Astrid said...

seru juga kayanya yah...disini gue ketemu kakaknya oneng...haha, dunia sempit emang...

indahjuli said...

Kenalan donk ama Rieke :)

Anonymous said...

Salam Budaya
Mba keke yang terhormat saya kagum sekali dengan hadirnya kumpulan buku puisi,usp.Walau disini saya bukan seorang kritikus sastra tetapi saya sedikit melihat dan menilai tumbuhnya
kedewasaan didalam atmosfir piusi anda yang sekarang ini berbeda dari puku puisi sebelumnya."ups, lebih greget buat saya" Sebelumnya saya sudah senang dari pertama kali ketika mendengar mba rieke diah pitaloka seorang artis meluncurkan sebuah buku puisi.Paling tidak disini mba keke sudah memberikan apresisi sastra kelingkungan selebritis disela gosip-gosip artis yang beredar tidak karuan memenuhi media.Ini yang membuat saya kagum kepada mba keke.Dari sebelumnya
banyak peluncuran buku puisi.Sejak duduk dibangku sekolah smp sebenar
nya saya sendiri sudah menyukai dunia menulis puisi.Tetapi disini saya tidak memiliki teman sering."artinya saya tidak memiliki
teman belajar untuk lebih jauh mengenai hal menulis puisi maupun dunianya sendiri." Maklum saya berpendidikan rendah.Saya hanya
mengenyam pendidikan sampai bangku sekolah SMP saja.Suatu hari saya berharap dapat mengenal dan bertemu mba keke.Ternyata seorang Rieke Diah Pitaloka bukan hanya senyum simpulnya saja yang menarik hasrat.
karya-karya yang di buatnya pun menggoda rasa.Selamat menulis mba. Terimakasi

Salam saya. OBE.A .MARZUKI