Monday, March 06, 2006

Me, My Nephew and Dodol Conversation.

Image hosting by Photobucket

Saya ; Rin, kamu lihat peta punya tulang enggak?

Ririn ; Tanya aja sama Dora
Saya ; ????

Ara ; Tulang, minta duit dong.
Saya ; Berapa?
Ara ; Sepuluh ribu
Saya ; Lho kok banyak banget kemarin cuma
lima ribu
Ara ;
Kan bbm naik tulang
Saya ; ???

Dibanding menjadi seorang ayah, menjadi seorang paman memang mempunyai keasyikan tersendiri bagi gue. Jadi seorang paman memang tidak terlalu berat seperti jadi orang tua.

Tidak seperti orang tua mereka yang harus memikirkan bagaimana caranya membesarkan mereka jadi anak yang baik-baik, bagi gue jadi seorang paman justru tidak lebih sama dengan menjadi seorang teman baik bagi mereka.

Saat ini gue adalah seorang paman dari 5 orang anak-anak kecil, Ririn, Ara, Lili, Tiur dan Hilo. Kelima-limanya mempunyai karakter yang berbeda satu sama lain.

Yang bikin saya asyik, kelima ponakan ini mempunyai kepribadian masing-masing. Meski cenderung tertutup dan lebih banyak diam, Ririn adalah seorang perempuan yang baik dan rajin. Hanya saja sikapnya yang masih kekanak-kanakan mengalahkan postur tubuhnya yang sudah seperti gadis dewasa.

Jawaban-jawaban spontannya juga membuat saya geleng-geleng kepala. Namun bukan karena kesal, tapi karena ingin tertawa. Soalnya, dibalik badannya yang besar Ririn masih mempunyai jiwa kekanak-kanakan yang sangat tinggi.

Lain lagi dengan Ara, ponakan yang satu-satunya laki-laki ini memang mempunyai kebiasaan yang sangat akut, yakni meminta uang buat jajan. Awalnya, Ara sering minta uang 500 rupiah, namun lama kelamaan uang yang diminta makin tinggi jumlahnya. Terakhir, anak yang masih kelas satu SD ini minta uang Rp 10 ribu. Dan dia punya alasan tepat kenapa dia minta uang sebesar itu.

Terakhir ponakan gue yang satu ini bikin ulah kabur dari rumah dan melarikan diri ke rumah Ompungnya. Bayangin, anak yang masih kecil ini naik sepeda dari rumahnya di Kosambi, ke rumah Ompungnya yang ada di Grogol.

Karena jalannya jauh, Ara ternyata tidak kuat bersepeda. Namun, otaknya masih cerdas juga. Dia langsung mendatangi tukang ojek minta dianterin ke rumah Ompung. Beruntung saat ini Tukang Ojek masih banyak yang baik-baik. Kalau enggak, saya enggak tahu bagaimana dengan nasib Ara sekarang.

Lili adalah ponakan saya yang paling sopan. Di antara kelimanya mungkin Lili bisa jadi adalah ponakan yang paling dan tidak pernah mengganggu saya. Anak ini memang luar biasa cerdas. Entah dari mana dia belajar, yang pasti selama ini dia menjadi anak yang sangat manis bagi tulang, dan Ompungnya.

Hilo dan Tiur adalah ponakan saya yang paling-paling saya rindu. Tentu saja hal ini terjadi karena mereka belum sereseh ponakan-ponakan saya yang lain. Soalnya, mereka masih kecil-kecil dan belum fasih berbicara.

Entah kenapa Hilo adalah ponakan yang paling senang jika bertemu saya. Setiap dia bertemu saya di rumah dia pasti selalu berlari gembira dan memeluk saya.

Nah, kalau si Tiur ini lain lagi. Sampai sekarang dia justru ketakutan melihat saya. Terakhir saya datang ke rumahnya, dia tampak keheranan melihat saya. Matanya melotot dan bibirnya komat-kamit. Mungkin dia bingung ngelihat ada orang sejelek saya kali yah…?

2 comments:

Yovan A.S said...

Nah... tapi bukan berarti kamu tidak mau membesarkan "malaikat-malaikat kecil" milikmu sendiri kan?

berjuanglah untuk bisa menciptakan malaikat itu...

Tapi soal Tiur, mungkin dia melotot dan komat-kamit karena takut akan "penampakan" yang dilihatnya..

Hehehehehehehe.......

dahlia said...

oloh oloh...ternyata lagi asik perhatiin ponakan...

kapan "produksi" sendiri...
sesuai pesen pemerintah
"cintailah produk sendiri"
:D