Monday, March 20, 2006

Antara Lionel dan Jamrud


Dalam satu minggu terakhir ini saya memang seperti kedapatan berkah. Tiba-tiba saja redaktur saya menyuruh saya meliput konser All Night Long with Lionel Richie di Plennary Hall Jakarta Convention Center.

Awalnya saya ragu sekaligus was-was menanti orderan tersebut. Soalnya, banyak teman-teman sekantor yang memang sudah lama mengincar konser tersebut.

Saya memang enggak bisa memaksa redaktur saya agar menyerahkan tiket konser itu kepada saya. Soalnya, saya memang agak enggak enak juga jika meminta langsung. Soalnya saya takut sekali jika ada orang yang memang lebih kepengen nonton ketimbang saya.

Kalaupun jatah tiket itu tidak bisa didapat, saya memang sudah memantapkan diri untuk nekat nonton dengan membeli tiket jalur biasa. Lagipula, saya memang sudah ada pikiran untuk mengajak teman saya untuk menonton Lionel.

Menjelang konser saya memang agak was-was juga ternyata fax yang dikirimkan Buena Production tak kunjung datang. Dalam hati saya sudah berpikir kayaknya enggak bakalan mungkin bisa nonton dengan gratis.

Harapan saya makin pupus, ketika beberapa waktu lalu redaktur saya mengatakan bahwa fax dari Buena sudah datang, namun fax tersebut sudah enggak ada lagi di meja. Redaktur saya mengatakan bahwa fax itu mungkin aja diambil oleh desk lain.

Jujur, waktu itu harapan saya benar-benar hancur. Saya harus rela mengeluarkan sejumlah uang agar bisa menonton aksi penyanyi yang punya nama asli Lionel Brockman Jr itu.

Namun, yang namanya nasib memang tak bisa diubah. Tiba-tiba saja redaktur saya mengatakan bahwa fax nya sudah ditemukan dan lembaran konfirmasi tertuliskan nama saya. Artinya, saya yang meliput konser tersebut.

Hati saya seperti mau meloncat keluar mendengar berita tersebut. Akhirnya, mimpi saya untuk menonton konser kelas dunia bisa terwujudkan juga.

Nama Lionel Richie memang punya arti khusus buat saya. Lagu yang pertama kali saya pelajari untuk bernyanyi adalah lagu Hello. Waktu itu saya diminta untuk menyanyikan lagu Hello karena memang kemampuan suara saya hanya bisa sampai segitu.

Saya tidak bisa suara melengking tinggi layaknya Glenn Fredly. Jadi lagu-lagu bernada rendah adalah lagu yang harus saya nyanyikan.

Melihat langsung Lionel Richie memang tidak seperti melihat langsung artis-artis Indonesia lainnya. Lionel seperti memancarkan pesona tersendiri bagi saya.

Di pentas atau pun di depan konferensi pers, sikap Lionel tidak pernah berubah. Dia selalu ceria dan benar-benar rendah hati. Dia mampu merubah suasana kondisi menjadi benar-benar hidup.

Ketika menonton, Lionel benar-benar tak berjarak dengan penggemarnya. Baik penonton yang berada 3 meter depannya atau pun berjarak 30 meter sama sekali tidak merasakan ada jarak yang lebar di antara kita dan Lionel. Lionel seolah berdiri di samping dan menghibur kita with his everlasting love song.

Selain konser Lionel Richie, sehari sesudahnya saya juga dapat kesempatan lagi menonton konser ulang tahun ke 10 Jamrud di Ancol.

Menonton konser Jamrud mengingatkan saya kepada kita bahwa musik rock masih menjaga eksistensinya. Setelah digempur habis-habisan dengan musik dangdut ala Peterpan, Radja, Samson dan Ungu, konser Jamrud seolah mengingatkan kepada saya bahwa inilah musik rock yang masih bisa terus bertahan selamanya.

Lagu-lagu dengan beat cepat, lirik yang lugas dan cenderung kotor, serta hentakan drum yang menggempur kuat membawa saya pada kenangan lama ketika membeli kaset Jamrud bertitel Ayam.

Waktu itu mana musik rock adalah musik yang bertutur tentang keadaan sosial bukan soal remeh temeh cinta yang bikin pusing kepala. Apalagi jika penyanyinya bernyanyi seperti ini… “Maafkan aku,,,,bla bla bla mencintaimu…”

Konser Jamrud memang sangat-sangat istimewa, semua orang yang ngaku ngerock ada di sini. Dari Ian Antono, Ahmad Albar, Eet Syahranie, Roy Jeconiah, John Paul Ivan, Baron hingga Yoyok Padi numpuk di konser ini.

Masing-masing bintang tamu diberikan kesempatan untuk unjuk kebolehan menyanyikan lagu-lagu Jamrud. Dan rasanya, benar-benar fantastis, saya enggak pernah menyangka lagu Jamrud itu bisa sebegitu khidmatnya ketika dibawakan oleh Ahmad Albar. Dan tak pernah menyangka distorsi lagu Jamrud justru makin menguat ketika dibawakan dengan brutal oleh Baron.

Jamrud memang ibarat penutup glossary musik yang ada dalam diri saya. Jujur musik rock dan musik jadul memang sudah bercampur satu dalam diri saya.

Saya memang sering menyanyikan lagu-lagu lama, tapi hati saya METTAAALLLLLLL…..!!!

7 comments:

dahlia said...

HAHAHAHAHA
gw mo kemen serius pas baca pertama kok jadi ketawa ngakak ginih..

eh tapi ngomong ngomong sapa yah temen yang rencana mo diajak itu ???

suit suit...kasih tau doaang

indahjuli said...

yang mo diajak itu loe dahlia :)
ada foto2nya gak Yu ?

dahlia said...

wakakakakak seprtinya gw dah dapet restu neh dari kakaknya

huahahahahaha hiks jadi geselek !!!

Bunda RaRa said...

ngaku,..ngaku..ngaku

Amang Siba said...

Ada foto-fotonya. Cuma kemarin server lagi down, jadi males upload.

@ bunda

Waduh memang sumber anonim harusnya dihindari yah, supaya enggak didesak terus... hehehehe

Yovan A.S said...

METAL.. METAL.. METAL.. METAL..
wajah romeo hati.. RAMBO...!

Anonymous said...

METAL ..! METAL, METAAAAALLL...! Gw juga mau perform di GG Rock Competition yang akan diadakan Feb 2007 di Jakarta, lagu wajibnya Jamrud ...walaah....lagu jamrud mah kayak makanan sehari2, pokoke music dengan full distorsi berat gitu, spt adrenalin yg mengalir dlm darah gw tiap hari, see U all in that even