Rocker Juga Manusia
Hari ini Miles Production, baru saja menggelar konferensi pers launching film berjudul GARASI. Seperti film-film Miles lainnya, gema GARASI sudah terasa di mana-mana jauh sebelum film itu premiere.
Spanduk besar GARASI memang membuat banyak orang jadi penasaran. Apalagi, Miles mempunyai nama yang cukup baik soal film. Tak heran, seperti film GIE banyak orang yang sudah berharap tinggi pada film ini.
Tapi, bukan itu yang jadi pembicaraan. Pemberian judul GARASI justru sangat menggelitik pikiran saya. Saya teringat dengan film yang saya tonton lama sekali berjudul The Garage Days.
Banyak faktor yang membuat saya tergelitik membandingkan GARASI dengan The Garage Days garapan Alex Proyas (The Crow dan I, Robot) itu. Pertama adalah plot cerita, grup band lokal yang berusaha menggapai mimipinya menjadi Rockstar. Kedua, faktor permasalahan pribadi yang melanda di antara personel band yang lebih mendominasi film tersebut.
Mungkin terlalu dini bagi saya menuduh Garasi tak lain dan tak kurang adalah proyek Miles mencontoh film The Garage Days. Apalagi, saya belum juga menonton secara keseluruhan film garapan Agung Sentausa itu.
Entah dengan GARASI, bagi saya film The Garage Days adalah salah satu film yang sangat berkesan. Alex Proyas dengan baik menggambarkan bahwa Rocker Juga Manusia.
Rocker bukanlah seorang manusia yang selalu akrab dengan gaya hidup sex, smoke and rock n roll. Rocker juga manusia yang punya masalah pribadi. Mereka bisa gagal bercinta, gagal dalam berkarir hingga sering dikekang orang tua.
Tersebutlah, empat orang anak muda Sydney yang membentuk sebuah band. Mereka adalah Freddy (Kick Gurry), Tanya (Pia Miranda), Drummer Lucy (Chris Sadrinna) dan Joe (Brett Stiller). Keempat anak muda ini bercita-cita menjadi rocker terkenal seperti AC/DC yang memang asalnya dari Australia.
Jangan berharap bahwa di film ini kita akan melihat lagu-lagu indah yang dihasilkan oleh keempat anak muda tersebut. Atau berharap betapa indahnya hidup mereka ketika akhirnya benar-benar menjadi terkenal.
Di film ini justru diperlihatkan bahwa menjadi seorang rocker itu tidak mudah. Proyas berhasil mengembangkan semua karakter yang ada dalam film tersebut. Di sini, Freddy terlihat frustasi dengan mimpinya menjadi terkenal, Tanya yang terjebak di tengah keinginan orang tuanya yang kaya raya agar meninggalkan dunia musik, Lucy yang terobsesi dengan self made narkoba, dan Joe yang mengalami gangguan psikis karena gangguan seksual.
Bukan itu saja, perselisihan di antara mereka pun kerap terjadi. Dalam film ini Freddy juga digambarkan jatuh cinta dengan pacar Joe, Kate. Yang uniknya, percintaan itu justru menyebabkan efek berantai dalam tubuh band. Tanya yang juga pacar Freddy kesal dan malah memilih berpacaran dengan Lucy, Joe yang merasa dikhianati Freddy dan Kate akhirnya gila dan masuk rumah sakit jiwa.
Dari atas kita lihat betapa jeniusnya Proyas mengolah jalan cerita. Meski banyak karakter, Proyas justru berhasil me-mixed mereka menjadi satu bangunan cerita.
Di lihat dari cerita di atas dan british style talking, saya memang langsung terbayang dengan sebuah film Danny Boyle berjudul Trainspotting. Oh my god, film ini memang sangat mirip dengan Trainspotting. But hey, this film is hell awesome anyway. Nggak papa sedikit mirip, yang penting hasilnya kreatif dan memuaskan.
Nah, sekarang mari kita lihat bagaimana ceritanya GARASI nanti? Sinemaindonesia sendiri mengatakan bahwa film ini adalah film yang layak ditunggu. Alasannya, skripnya ditulis oleh Prima Rusdi, penulis skrip Eliana, Eliana dan Ada Apa Dengan Cinta?
No comments:
Post a Comment