Di hari ulang tahun Pers Nasional, 9 Februari lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji tidak akan membreidel pers Indonesia. Janji tersebut ibarat angin surga bagi para insan pers di Indonesia. Sebab, pembreidelan yang kerap terjadi di era Orde Baru acapkali disamakan dengan cara-cara otoriter untuk membungkam pers.
Dalam kesempatan yang sama, SBY juga mengatakan bahwa setiap orang yang merasa keberatan dengan pemberitaan pers haruslah menggunakan cara-cara jurnalistik yang disediakan yaitu melalui hak jawab dan hak koreksi.
Kedua amanat tersebut, memang terasa menggembirakan bagi setiap insan pers. SBY sangatlah koperatif dengan pers. Padahal ia mengaku seringkali merasa tidak adil dengan pemberitaan media-massa. Mulai dari beritanya yang tidak berimbang, hingga isu-isu politik yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan dirinya.
Kita tahu, bahwa saat ini pers tengah berada pada masa liberalisasi yang sangat tinggi. Setiap orang bisa untuk membuat sebuah media massa baru. Setiap media juga bisa dengan bebasnya untuk membuat berota-berita yang sensasional dan kelewat batas.
Hal itulah yang disadari oleh SBY. Ia tahu mengekang pers sama saja dengan bunuh diri. Ia memilih untuk melepaskan pers dengan bebas, namun membentuk suatu lembaga baru yang namanya Departeman Komunikasi dan Informasi.
Di Riau, SBY memang beralasan bahwa Depkominfo yang akan dipimpin oleh Menteri Komunikasi dan Informasi, Sofyan Djalil adalah suatu lembaga yang bertugas untuk mengadakan percepatan penggunaan tekhnologi dan informasi bagi masyarakat. Benarkah ?
Mungkin saja tujuan itu benar, sebab sampai saat ini tingkat penggunaan internet yang ada di Indonesia tergolong rendah. Bahkan berdasarkan sebuah survey dikatakan bahwa Indonesia berada di tingkat paling bawah dalam hal penggunaan search-engine.
Kembali ke pembentukan Depkominfo. Sofyan Djalil, mengaku saat ini ia bersama Depkominfo telah mempelajari UU Pers No 49 tahun 1999. Saat itu ia mengatakan bahwa UU Pers akan menjadi Lex Speciali. Artinya setiap sengketa pers akan diselesaikan melalui jalur pers. Benarkah?
Sofyan Djalil sendiri mengakui di kantor kami, Rakyat Merdeka, bahwa ia tengah mencari celah dari UU Pers tersebut. Ia dan teman-temannya berusaha agar setiap media massa yang kelewat batas bisa dipidanakan. Dan hal itu menurut dia ada dan terbuka lebar pada UU Pers itu sendiri.
Sebagai seorang jurnalis, kita mungjin terlena dengan adagium-adagium Lex Speciali. Kita menganggap itu adalah kunci surga bagi kita. Padahal di UU Pers sendiri tercantum sebuah pasal yang mengatakan bahwa setiap masalah yang tidak diatur dalam UU Pers akan dikembalikan kepada KUHP. Termasuk disini adalah masalah pemidanaan. Jadi, siap-siap saja yah kita masuk penjara.
Seharusnya SBY itu berjanji tidak akan ada wartawan yang akan dipenjara. Itu lebih tepat. Selamat Ulang Tahun Pers Nasional.
No comments:
Post a Comment