Maaf sebagai Komitmen
MEMOHON maaf adalah ekspresi peradaban yang sangat manusiawi dan mulia. Orang mohon dimaafkan karena telah alpa atau bersalah, baik sengaja maupun tidak. Dan, adalah ekspresi peradaban yang manusiawi dan mulia pula, apabila kepada orang yang memohon maaf diberikan maaf.
Presiden Megawati Soekarnoputri kemarin tampil di depan Sidang Tahunan MPR. Dalam pidato setebal 28 halaman, Megawati membeberkan apa saja yang sudah dan belum dikerjakan selama tiga tahun pemerintahannya. Secara runtun dan apa adanya disebutlah soal-soal yang masuk dalam kategori berhasil dikerjakan dan yang belum berhasil.
Di antara yang berhasil adalah peletakan dasar ekonomi makro yang stabil, pengukuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sempat terancam disintegrasi di awal reformasi, penataan fungsi dan tata hubungan antarlembaga tinggi negara, dan banyak lagi yang lain.
Sedangkan masalah besar yang tidak berhasil dilaksanakan adalah peningkatan lapangan kerja, dinamisasi sektor riil, peningkatan anggaran belanja sektor pendidikan serta pemberantasan korupsi.
Kita semua tahu bahwa krisis yang melanda Indonesia demikian hebatnya, sehingga tidak mungkin diselesaikan hanya oleh seorang presiden dalam waktu yang singkat. Di tengah guncangan persoalan yang demikian besar itu, tentu menjaga agar bangsa Indonesia tetap berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan hal terpenting. Karena tidak mungkin mengerjakan program apa pun bila Indonesia sebagai rumah bersama tidak ada.
Akan tetapi, represi yang dialami bangsa ini selama tiga dasawarsa Orde Baru dan krisis dahsyat yang muncul di tahun 1997, telah menyebabkan rakyat tidak sabar. Rakyat ingin semuanya berlangsung cepat. Sayangnya pemerintah tidak cukup membangun kesadaran kita semua untuk bersabar.
Di akhir masa jabatan periode pertama dan di tengah bayang-bayang kekalahan, Mega tetap tegar dan dingin berbicara di depan Sidang Umum MPR. Atas segala kekurangan Megawati memohon maaf kepada segenap bangsa Indonesia.
Tidak terucap sepatah kata pun dari Mega yang memohon pujian atas segala yang baik yang telah dikerjakan dalam tempo tiga tahun. Diminta atau tidak, sebagai rakyat yang tahu berterima kasih, kita tidak saja membuka pintu maaf, tetapi juga menghaturkan pujian kepadanya.
Kita sekarang memasuki sebuah tradisi baru, yaitu penggantian pemerintahan tanpa gejolak berarti. Megawati, dengan segala kewenangan sebagai presiden yang sedang berkuasa, menjaga dengan sepenuh hati agar pergantian pemimpin tertinggi nasional yang di masa lalu penuh dengan gejolak dan darah, menjadi pergantian yang aman dan damai dalam semangat demokrasi.
Reformasi telah membuka euforia bagi sebuah tradisi baru dalam pemerintahan. Yaitu, pemerintahan yang baru menyalahkan pemerintahan yang lama atas segala ketidakberesan.
Kebiasaan seperti itu hendaknya ditiadakan. Seseorang yang dengan tahu dan mau menjadi pemimpin negeri ini, harus tahu dan sadar untuk memikul semua tanggung jawab. Kalau hanya menyalahkan para pendahulu, maka kita akan terjebak dalam debat kusir yang tidak pernah akan menyelesaikan masalah.
Kita bersyukur bahwa calon Wakil Presiden Jusuf Kalla berjanji untuk tidak menyalahkan masa lalu bila dia dan Susilo Bambang Yudhoyono memimpin negeri ini mulai 20 Oktober mendatang. Semoga ucapan itu bisa dipegang teguh.(EDITORIAL-MEDIA INDONESIA,24/9/2004)
Gue bener-bener muak dengan pemilu, pertama gue ikutin pemilu tahap 2 dengan memilih Amien Rais, eh gagal pula. Terakhir gue nyoba ikutin lagi, soalnya gue ogah militer berkuasa, keparatnya ternyata si Megawati, gagal pula. Sial deh, gue udeh hopeless. Ke depan nanti gue sulit untuk berpikir akan mengikuti Pemilu, gue rasa stock pemimpin di Indonesia udah kehabisan, Amien Rais mulai masuk kampus, Megawati kayaknya udah lebih baik ngandang di rumah. So fuck, apakah si SBY ini akan kembali berkuasa. I don't like him, he just another presentation of Soeharto, sweet mouth and full of propaganda. Fuck Him....
-
No comments:
Post a Comment