Setelah empat tahun bersama dengannnya, entah kenapa mulai timbul jarak yang lebar. Sulit sekali berkomunikasi dengannya akhir-akhir ini. Entah, mungkin karena kesibukan kita atau mungkin karena memang ketidakpedulian kita berdua.
Terakhir bertemu dengannya dua minggu lalu. Kala itu dia sakit cacar. Aku sengaja datang ke rumahnya untuk melihat keadaannya sekaligus menunjukkan bahwa aku peduli. Sayangnya, harapan memang selalu jauh dari kenyataan. Mungkin karena sakit, ia tidak terlalu antusias melihat kedatanganku.
Padahal, saat itu bisa saja penyakit yang ia derita bisa menular kepadaku.
Setelah itu, aku berusaha mencoba untuk berkomunikasi dengannya. Namun, ternyata ia juga seakan tidak peduli. Ia terlihat cuek dan hanya menunggu pertanyaan dan menjawab seperlunya.
Setelah empat tahun, apakah ini semua akan berlalu. Masa-masa indah yang dulu pernah kualami bersamanya, apakah jadi tinggal kenangan.
--------
Sampai hari ini Aceh terus menangis. Sumbangan mengalir tapi masih sulit untuk sampai ke tangan-tangan korban bencana. Bayi-bayi yang kelaparan dan dihantui penyakit bisa jadi korban selanjutnya. Bukan karena keganasan alam, melainkan lambatnya bantuan datang.
Acara-acara kepedulian marak, semarak pesta perayaan tahun baru. Artis-artis berkumpul mengeluarkan air mata, semuanya bersedih. Elit politik berteriak sana-sini, semuanya minta masyarakat memperhatikan Aceh. Padahal tanpa disuruh pun kita pasti memperhatikan.
Sumbangan mengalir, ratusan miliar mungkin sudah ke Aceh. Sementara Sutinah, tetangga samping rumahku masih kelaparan. Aku terenyuh melihat karikatur Om Pasikom di Harian Kompas beberapa hari ini, Apakah dengan Penderitaan Seperti Ini kita merasa satu saudara?
Suatu hari kita akan lupa tanggal 26 Desember lalu adalah bencana nasional, begitu tahun baru menjelang Aceh pun dilupakan berganti dengan kesenangan.
No comments:
Post a Comment