Pernahkah kita terpikir, mengapa album-album foto yang kita
taruh di dekat ruang keluarga kita begitu menarik bagi tamu-tamu kita. Sementara,
kita yang empunya foto justru membiarkannya teronggok begitu saja, termakan
debu. Tanpa kita sadari, semua foto yang menangkap seluruh jiwa
dan raga kita dalam satu kertas tersebut justru sangat diminati oleh orang
lain. Mereka mengamati bahkan mencermati setiap pengalaman yang kita alami.
Bahkan mereka mampu merasakan apa yang kita rasakan, meskipun semua itu mereka
rasakan lewat sebuahu media mati.
Sama dengan blog ini. Setelah sekian lama “halaman” ini saya
tinggalkan, saya kembali dipaksa menengoknya. Ini bermula, lewat sebuah blog Enha’s
Note yang baru saja saya baca hari ini. Awalnya, saya hanya mencoba mencari
berita-berita saya tentang mobil murah yang selama ini saya tuliskan untuk Koran
tempat saya bekerja.
Dari sekian banyak hasil pencarian tersebut, tiba-tiba saja
mata saya melihat pada sebuah hasil pencarian di sebuah blog yang berjudul “Tersasar
ke Misery Land”. Judulnya sangat dekat dengan saya karena memang nama Misery
Land saya gunakan sebagai nama blog saya ketika pertama kali bekerja di Koran
Rakyat Merdeka.
Blog itu saya mulai pada September 2004. Waktu itu blogging
tengah ngetren dan semua orang yang paham internet tidak mau ketinggalan
memiliki blog. Di blog inilah saya merekam seluruh gerak-gerik saya. Tidak
hanya pekerjaan tapi juga gerak-gerik saya sebagai manusia.
Awalnya begitu mudah untuk mengisi “halaman” ini. Namun,
lama kelamaan ketika tuntutan hidup semakin beragam, dan gerak pekerjaan lebih
lama dihabiskan di lapangan, saya pun meninggalkan “halaman” ini. Terlebih dari
itu saya pun melupakannya dan membiarkan “halaman” ini penuh debu dan kering
kerontang menunggu mati.
Saya pun tidak pernah terpikir ada orang yang akan membaca
blog ini. Sebab dari awal, semua tulisan yang saya buat hanya untuk dijadikan
penyaluran perasaan saja. Tidak ada niatan ada orang lain yang membacanya.
Nyatanya, tanpa saya harapkan ada juga yang membaca “blog”
ini. Dan saya terkejut, betapa pemilik blog Enha’s Note tersebut mampu memahami
apa yang saya rasakan dan saya pikirkan lewat tulisan-tulisan tersebut. Layaknya
menikmati album foto yang terdampar di meja keluarga, dia mampu menikmati
tulisan yang dulunya menurut saya sudah tidak menarik lagi.
Saya pun berusaha kembali menyelami kembali tulisan-tulisan
yang telah saya buat sejak tahun 2004 tersebut. Waktu yang sangat panjang bagi
saya untuk merefleksikan lagi perjalanan hidup saya. Saya tersadar lagi betapa
bodohnya saya dan betapa naifnya saya kala itu. Lewat tulisan-tulisan tersebut,
kembali
terbayang di kepala saya, sosok Wahyu Sibarani yang waktu itu tengah
berusia 24 tahun.
Pengalaman hidup yang saya lewati pun seperti diputar ulang.
Dan seperti yang dikatakan Soren Kierkegaard,hidup akan jauh lebih mudah
dipahami dengan melihatnya ke belakang. Saya pun jadi setengah mengerti mengapa
sekarang saya jadi seperti ini.
Hidup memang sebuah perjalanan panjang,namun segala
perubahan yang kita alami tentu saja bisa berlalu tanpa kita sadari. Jika foto
hanya mampu merekam perubahan fisik dan momen-momen yang telah terlewati oleh
kita, maka media seperti blog, diary dan buku mampu merekam dan mengabadikan
tidak hanya perjalan hidup kita tapi juga pikiran kita.
Saya mensyukuri menemukan blog Enha’s Note di hari ini. Sejak
membacanya, apa yang rasakan, alami dan akan saya jalani ke depan nanti tidak
boleh terbang begitu saja termakan waktu.
Foto: AFP/Behrouz Mehri
2 comments:
Saya terharu membacanya. :')
Terimakasih atas waktu yang oom sempatkan untuk mengunjungi blog saya. Apapun yang terjadi, tetaplah menulis. Berbagilah mengenai apa yang Anda alami, apa yang Anda tahu, apa yang Anda rasakan dan apa yang Anda pikirkan. Karena dalam setiap tulisan tersebut, pasti ada sebuah hikmah yang dapat diambil oleh diri sendiri, maupun orang lain.
Tetap berkarya, dan semoga hari-hari Anda yang ke depan, lebih menyenangkan. Sekali lagi, terimakasih. :')
Hai, Enhas apa kabar,makasih ya telah ngrasani blog saya, terima kasih juga sudah menyadarkan saya untuk tetap menulis. Memang sekarang jadi lebih sulit, tapi saya tetap mencoba.
Post a Comment