Dulu ketika saya masih kecil saya selalu merasa aman dan
bahagia. Terlahir sebagai anak keempat, saya merasa senang karena memiliki tiga
orang kakak yang selalu memerhatikan saya. Saya pun tidak pernah kesepian
karena memiliki seorang adik laki-laki yang selalu menemani saya bermain dan
berjalan-jalan.
Ketiga kakak saya adalah peri yang selalu memberikan saya
keajaiban. Mereka hadir setiap kali ibu saya sibuk dengan pekerjaannya. Kakak
pertama saya merupakan kakak saya yang paling pintar. Dia kerap memberikan
banyak pengetahuan kepada saya. Seperti ayah saya, dia adalah gudangnya
informasi.
Saya masih teringat kado ulang tahun yang dia berikan kepada
saya. Sebuah kaset rekaman yang berisikan lagu-lagu Queen. Bungkusnya warna
putih dan di dalam bungkus tersebut tertuliskan lagu-lagu Queen yang diambil dari
berbagai album.
Berkat kado itu saya jatuh cinta pada musik. Saya selalu
mengulang-ulang dua buah lagu yang jadi kesukaan saya, Bohemian Rhapsody dan
Jealousy. Saking seringnya saya ulang, kaset tersebut akhirnya rusak. Saya
sedih tidak bisa mendengar lagu tersebut. Kaset itu pun akhirnya saya simpan,
agar tidak ketahuan kakak saya. Jangan sampai dia kecewa karena kadonya dibuat
rusak oleh saya.
Kakak kedua saya adalah yang paling sering mendengarkan
cerita saya. Secara emosionil dia memang dekat dengan saya. Begitu saya lahir,
mama tidak sempat mengurus saya karena pekerjaannya yang terlalu padat. Dia
akhirnya meninggalkan saya kepada kakak saya yang kedua.
Masih saya ingat di salah satu album foto, kakak kedua saya
dengan badannya yang kecil menggendong saya yang sudah cukup besar. Mukanya
yang sendu itu tetap terlihat tegar meski membawa saya yang cukup berat bagi
gadis seumuran dia.
Perjalanan hidup kakak kedua saya memang tidak semulus kakak
pertama saya. Dia tidak lulus kuliah dan akhirnya meneruskan pekerjaannya
sebagai sales promotion girl. Saya ingat sekali dia pernah menjadi seorang
sales promotion girl produk spidol ajaib. Saya sangat senang dengan spidol
tersebut karena saya bisa memainkannya dengan adik saya di rumah.
Hampir setiap gajian, kakak saya selalu mengajak kami
makan-makan. Dia malah masih sempat membelikan saya majalah HAI agar saya tidak
ketinggalan informasi dari teman-teman sebaya saya. Saya senang sekali dengan
pemberiannya. Hingga satu saat saya pernah berjalan-jalan ke sebuah mall
dan melihat langsung kakak kedua saya bekerja. Dia duduk di depan pintu masuk
sebuiah toko buku. Dengan meja kecil dia
menunggu anak-anak yang tertarik dengan spidol yang dia jual.
Dari jauh saya melihat kakak saya sering terdiam. Dia
memainkan spidol-spidol ajaib tersebut di atas sebuah kertas. Seakan-anak warna
ajaib yang muncul dari kertas tersebut memunculkan sebuah gambar yang bisa
menghibur hatinya. Kakak kedua saya masih terlalu muda untuk bekerja. Namun dia
menghabiskan waktunya untuk membuat kami dan saya bahagia.
Dari kejauhan saya cuma bisa diam. Saya ingin menangis
karena saya sudah sering keterlaluan meminta segala hal yang sulit dia
tanggung. Saya masih ingat ketika saya marah-marah dan menangis kencang karena
kakak kedua saya tidak bisa membelikan saya sebuah kaos Ocean Pacific. Saya
baru sadar, hingga kini saya sekalipun
tidak pernah mengucapkan terima kasih kepada dia atas segala hal yang
dia berikan kepada saya.
Dari kakak ketiga, saya belajar banyak hal mengenai
keberanian. Di keluarga saya, mungkin dia adalah orang kedua yang paling berani
setelah bapak. Dia adalah orang pertama yang mengajari saya keberanian. Ketika
masuk sekolah dasar, tiba-tiba saja ketika jam pulang sekolah tiba, dia
menghilang. Saya tidak bisa menemukan kakak ketiga saya untuk membawa saya
pulang ke rumah.
Saya pun menangis karena tidak yakin bisa pulang ke rumah.
Jaraknya memang jauh dan harus melewati jalan besar. Sadar bahwa kakak saya
tidak akan menjemput saya, dengan menangis saya memaksakan diri pulang ke
rumah.
Dengan berjalan kaki saya berusaha mengingat-ingat jalan
menuju rumah. Ujian terbesar saya ketika harus melintasi Jalan Daan Mogot. Saya
putus asa dan saya menangis. Batas keberanian saya berakhir. Beruntung, ada
seorang bapak-bapak yang bertanya kepada saya kenapa saya menangis. “Kakak
enggak jemput wahyu,” kata saya sesunggukan.
Dia pun akhirnya menanyai banyak hal pada saya. Alamat saya,
nama bapak saya, nama ibu saya dan sebagainya. Setelah menggandeng tangan saya
dia pun akhirnya membawa saya kembali ke rumah. Saya masih ingat, kakak ketiga
saya cuma tersenyum simpul ketika melihat saya pulang. Saya cuma bisa menangis
waktu itu.
Kakak ketiga saya kembali mengajari saya soal keberanian,
ketika topi yang saya miliki diambil oleh pria yang lebih dewasa di kampung
saya. Waktu itu pria tersebut memang hanya bilang pinjam untuk sementara. Namun
lama kelamaan topi tersebut tidak dikembalikan. Karena lebih tua, saya tidak
berani untuk memintanya.
Tapi dia tidak beruntung ketika bertemu dengan kakak ketiga
saya di jalan. Kakak ketiga saya heran kenapa topi saya dikenakan oleh pria
tersebut. Sesampainya di rumah dia pun menanyakan kepada saya soal topi
tersebut. Saya cuma bisa nangis. Belum selesai
tangis saya, kakak saya langsung keluar rumah. Satu jam kemudian dia membawa
pulang topi tersebut kepada saya.
Hingga kini keberanian yang dimiliki kakak saya itu jadi
pisau bermata dua. Kadang bisa memberikan manfaat bagi dia, namun terkadang
justru kerap membuat dia berada dalam posisi berbahaya. Dan sayangnya, dia
tidak pernah menyadari bahwa saudara-saudaranya akan sulit membantu dia ketika
dia berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Dari adik saya, saya belajar mengenai penghargaan. Adik saya
membukakan mata saya akan pentingnya menghargai seseorang. Memiliki perbedaan
usia yang hanya terpaut satu tahun membuat saya dan adik saya layaknya sahabat.Sayangnya, saya memperlakukan dia jauh dari seorang sahabat.
Saya justru adalah seorang sahabat yang culas. Saya tidak pernah mau jalan
beriringan dengan dia, ketika saya bersama teman-teman saya. Masih saya ingat,
saya melemparkan batu ke arah dia, agar dia menjauh dari saya.
Masih saya ingat ketika saya memakai seluruh pakaian yang
dia beli sendiri dari hasil jerih payahnya menabung. Sampai-sampai jam Casio
G-Shock warna biru yang adalah barang miliknya sendiri, lebih sering saya
pakai. Tidak sekalipun dia memiliki waktu untuk menggunakan barang-barang yang
dia miliki. Semuanya adalah milik saya.
Entah kenapa dia tetap menghargai saya sebagai kakaknya. Suatu
saat, saya mendapati sebuah surat bertuliskan bahasa Inggris. Rupanya tempat
dia kursus bahasa Inggris menugaskan dia untuk membuat tulisan tentang orang
yang mereka banggakan dan hormati.
Isi tulisan tersebut membuat degup jantung saya berhenti
sesaat. Di tulisan itu dia mengatakan bahwa kakaknya lah orang yang paling
menginspirasi dia. Berbagai hal dia sebutkan akan kekaguman dia kepada saya.Saya masih ingat warna kertas tulisan tersebut. Saya masih
ingat bagaimana huruf-huruf yang dia tuliskan itu. Saya masih ingat hingga
kini, ketika saya dan beranjak tua, saya masih merasa adik saya telah
memberikan hal terindah yang sampai sekarang masih saya rasakan.
Saat ini saya, ketiga kakak saya dan adik saya sudah
beranjak tua. Kami pun sudah menjalani
hidup dengan cerita masing-masing. Banyak penggalan kisah lama yang mungkin
sudah tidak kita ingat lagi. Saya hanya ingin bisa mengucapkan kepada mereka,
betapa saya sangat menyayangi mereka. Terima kasih telah menjadi peri dan
pahlawan di masa kecil saya.
Kak Indah, Kak Wulan, Kak Ida, Ari, aku sangat menyayangi
kalian semua.Thanks for everything